Bagi Anda, apa makna kekuasaan dan bagaimana Anda mengalaminja? Pertanjaan ini diadjukan oleh orang Filipina kenalan saja kepada bekas Presiden Ferdinand Marcos dan penggantinja, Cory Aquino. Selang beberapa lama kami ketemu lagi, segera saja tanjakan djawaban jang diterimanja.
Dari Marcos, pajah, keluhnja. Tidak djelas apa maksud dan maunja bekas diktator ini. Mula2 dia bilang demokrasi jang, seperti semua orang tahu, artinja kekuasaan (dari) rakjat. Lalu dia bilang kesedjahteraan umum. Tapi tiba2 ditambahkannja bahwa ada saat2 tertentu di mana harus dilakukan hal2 jang tidak begitu disukai orang banjak. Ini tjuma pengamanan djangka pendek, katanja, dan untuk djangka pandjang tudjuannja adalah demi kebaikan semua. Mungkin maksudnja hukum darurat perang, ketika “demi kebaikan semua” penguasa mengamankan keadaan. Marcos mendjawabnja hanja sampai di situ, walaupun saja tahu bahwa jang dimaksudkannja dengan “mengamankan keadaan” adalah mengisi penuh pendjara tapi tetap membuat lengang kantor pengadilan. Jang menarik adalah frasa “djangka pendek” dalam djawabannja itu. Saja tanjakan, apa itu djangka pendek, tegasnja: berapa lama itu? Dia merenung sebentar dan kepada Imelda jang mendampinginja, ia minta sapu tangan. Rupanja keningnja dikutjuri keringat. Lama ia berpikir dan waktu omong kembali, bukan djawaban jang saja terima, tapi umpatan. Dia bilang saja tidak tahu aturan, norak, terlalu banjak ingin tahu dan seterusnja. Lalu dia usir saja.
Cory djauh dari itu, djauh sekali. Dia terima saja di kantornja, dia sediakan minuman dan kami bitjara. Djawabannja diawali dengan kata seru dan keluhan, “O, such a difficult question!” Sambil berpikir, ia membetulkan letak katjamata. Djawabannja terbuka dan simpatik. “Anda lihat sadjalah jang sudah terdjadi. Saja memang harus mempertemukan semua pihak dan bitjara sama mereka. Tidak mungkin saja gunakan montjong bedil dan pendjara. Saja kan tidak bisa melawan sebuah kemutlakan dengan kemutlakan jang lain?” Tapi Anda kan djadi terombang-ambing, karena dengan tjara begitu Anda djuga telah mengorbankan kepentingan pihak lain, maksud saja AFP (Abrinja Filipina).
Corazon Aquino termenung. Dia pandangi dua buah gelas jang ada di medja. Lalu, “Anda benar, tapi bagi saja kekuasaan harus bisa mentransendensikan kekerasan. AFP itu baik, tjuma memang mereka sudah terbiasa dengan langgam kerdja jang dulu. Mereka belum biasa dengan langgam kerdja sekarang.” Saja mengangguk, paham maksud Cory.
Di djantung hati kekuasaan, tentu sadja kalau kekuasaan itu tidak djantungan, bersemajamlah sebuah prastika jang kalau disinari akan memantjarkan makna kekuasaan itu jang sebenernja. Kira2 bentuknja tidak djauh dari apa jang dikerdjakan Cory: dialog, negosiasi dan perundingan dengan mereka jang mengalami kekuasaan itu. Lalu ditjapai kesepakatan bersama.
Kekuasaan mesti bisa mentransendensikan kekerasan. “Harap djangan hanja menafsirkan kekerasan tjuma sebagai kekerasan fisik sadja,” kata teman saja. Sebab kekerasan itu bisa terdjadi dalam bentuknja jang paling lembut: menguasai pikiran orang, supaja mereka mau pertjaja pada sesuatu jang tidak pernah ada dan itu berarti semakin terhimpunnja kekuasaan. Kekerasan terlembut dan jang paling mutachir adalah menghamburkan segala matjam hal ke dalam benak masjarakat supaja, sekali lagi, masjarakat pertjaja pada hal jang tidak pernah ada itu.
Sambil tersenjum teman tadi mengerdipkan mata kanannja. Lantas berlalu.
(Pernah diumumkan oleh Gita Kampus, UKSW No. XXI, halaman 2)