Versi lain tjatatan perdjalanan ini diumumkan oleh Majalah Historia No. 2 Tahun 1, 2012 pada rubrik Time Traveler jang nongolnja pada halaman2 14 sampé 19.

Kalau Chairil Anwar hanja bisa menjatakan mau hidup 1000 tahun lagi, Kyoto sudah pernah selama itu mendjadi kota nomer satu Djepang. Bisalah dimaklumi belaka kalau pada tahun 1869, ketika Kaisar Meiji jang masih ABG (16 tahun) memindahkan ibukota ke Edo (sekarang Tokyo), ratusan ribu warga Kyoto meratap. Dengan sesenggukan bertjutjuran air mata mereka melambaikan tangan pada iring2an kaisar jang bergerak ke arah timur. Para warga berduka: kota tertjinta kehilangan status sebagai ibukota. Dan seolah klaju alias tidak mau ditinggal, banjak warga meninggalkan bekas ibukota, mengikuti sang kaisar reformis. Kehilangan status ini, akibatnja, Kyoto di abad 19 itu djuga mengalami penurunan drastis djumlah penduduknja.
Untunglah Kaisar Meiji tidak membongkar istananja. Kyoto sampai sekarang tetap memiliki kompleks istana jang disebut Gosho, di sebelah utara pusat kota. Menghadapi surutnja penduduk, warga jang ditinggal dihadiahi satu festival besar Jidai Matsuri (festival musim rontok). Bersama dua festival jang sudah ada: Aoi Matsuri (festival musim semi) dan Gion Matsuri (festival musim panas), Kyoto djadinja punja tiga festival besar, sampai sekarang. Bisa dipastikan dua festival bersumber pada kechawatiran bahwa bekas ibukota ini akan kehilangan kemegahan sekaligus sebagai pelipur lara warga jang begitu sedih. Tinggal musim dingin sadja jang tidak diramaikan festival; tapi siapa sudi ber-lama2 di luar dengan suhu di bawah nol deradjat dan djalan2 litjin akibat saldju? Musim dingin memang musim untuk tinggal di dalam, mentjari kehangatan.
Kaisar Meiji masih punja hadiah satu lagi untuk Kyoto. Bersamaan dengan digelarnja Jidai Matsuri pertama pada tahun 1895, djuga dibuka Kuil Heian sebagai penghormatan kepada Kaisar Kammu jang pada tahun 794 memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto (waktu itu masih bernama Heiankyo). Kuil Heian jang berwarna oranje dengan taman jang mempesona adalah djuga hadiah bagi Kyoto jang pernah 1000 tahun merupakan ibukota, walaupun ketika kuil itu diresmikan ibukota sudah pindah ke Tokyo.
Aoi Matsuri dan Jidai Matsuri adalah festival2 jang berkaitan dengan kekaisaran, djelas untuk mengenang Kyoto ketika masih berstatus ibukota. Gion Matsuri di lain pihak adalah festival kaum pedagang dan pengusaha. Tapi tidaklah berlebihan kalau ditjatat bahwa tiga festival besar dan megah ini tidak bisa dipisahkan dari Kyoto jang terus meratap karena kehilangan statusnja sebagai ibukota Djepang.
•••
Selesai menikmati ketjeriaan bunga sakura (biasanja mekar Maret), pada tanggal 15 Mei ketika musim semi mentjapai puntjaknja, Kyoto menggelar Aoi Matsuri, festival pertama dalam setahun. Suhu udara jang mulai mentjapai belasan deradjat membuat orang betah berada di luar, menjaksikan festival tentang Utusan Kaisar jang memimpin prosesi meninggalkan Istana. Arak2an itu terdiri dari dua pedati jang ditarik oleh dua ekor kerbau, kemudian empat ekor sapi, 36 ekor kuda dan 600 orang. Semuanja berpakaian zaman Heian jang dihiasai daun aoi jang berbentuk bulat.
Kaum pria memasang daun itu pada topi atau kepala mereka, kaum perempuan pada pakaian mereka. Prosesi ini bergerak menudju kuil Shimogamo untuk berachir di kuil Kamigamo. Begitu tiba di kuil2 itu Utusan Kaisar bersama Saiō-Dai mendjalankan upatjara keagamaan. Kalau dulu kala Saiō-Dai adalah tugas seorang putri kaisar, maka sekarang peran itu diambil alih oleh seorang gadis Kyoto. Tugas utamanja adalah menjembah para Kamisama (dewa-dewi), sedangkan Utusan Kaisar membatjakan pesan Kaisar sambil memandjatkan pudja pudji kepada Kamisama supaja tidak menghentikan berkah mereka.
Sorotan mata chalajak selalu terarah pada Saiō-Dai, terutama pada 12 lapis kimono sutra ekslutif jang dikenakannja, apa jang disebut Jūnihitoe. Produksi kimono ini sudah sangat berkurang, sama seperti nasib kain batik dodot di Jawa Tengah. Tidak banjak lagi jang bisa memintal Jūnihitoe. Bagi seorang Saiō-Dai, Jūnihitoe sadja masih kurang. Untuk mendjaga kesutjian, Saiō-Dai djuga harus mendjalani beberapa ritual pemurnian sebelum boleh mengikuti Aoi Matsuri.
Istana kaisar Kyoto Gosho djuga mendjadi tempat penjelenggaraan festival musim rontok Jidai Matsuri. Biasanja berlangsung pada tanggal 22 Oktober, festival pemindahan ibukota ini bisa bergeser sehari seperti jang terdjadi pada tahun 2011. Karena ramalan tjuatja jang tidak menguntungkan, antara lain turun hudjan deras, Jidai Matsuri ditunda sehari, baru terlaksana Ahad 23 Oktober 2011.
Ketika diadakan pertama kalinja tahun 1895, Jidai Matsuri memperagakan bagaimana Kaisar Kammu memindahkan ibukota dari Nara ke Heiankyo (nama kuno Kyoto), 1100 tahun sebelumnja, pada tahun 794. Sekarang festival ini djuga memperagakan setiap zaman jang pernah dialami Kyoto dalam sedjarahnja 1000 tahun lebih sebagai ibukota Kekaisaran Djepang. Bahkan selain menghormati Kaisar Kammu, Jidai Matsuri sekarang djuga digelar untuk menghormati Kaisar Kōmei, pendahulu Kaisar Meiji jang dianggap berdjasa mempersatukan Djepang. Sekarang, Jidai Matsuri djuga memperagakan iring2an Kaisar Meiji, ketika pindah ke Tokyo, mengachiri status ibukota Kyoto.
Warga Kyoto jang ikut Jidai Matsuri berdandan sesuai zaman jang sudah ditentukan. Mulai dari zaman Kaisar Kammu sampai Kaisar Meiji. Dimulai pagi hari dengan dikeluarkannja mikoshi (kuil djundjungan) jang mewakili dua kaisar tadi, untuk memberi kesempatan chalajak ramai melakukan penghormatan. Siang harinja dimulai arak2an sepandjang dua kilometer jang melibatkan 2000 peserta dan berlangsung selama lima djam. Mereka berdandan sebagai samurai, pedjabat militer dan orang biasa. Tidak ketinggalan djuga kaum perempuan jang mengenakan Jūnihitoe, 12 lapis kimono. Di penghudjung arak2an terlihat mikoshi jang diiringi para pradjurit memainkan musik tiup tradisional gagaku. Iring2an ini berachir di Kuil Heian mendjelang malam.
Satu2nja festival jang membuat Kyoto djungkir balik adalah Gion Matsuri. Berlangsung selama bulan Djuli dengan puntjak pada dua minggu tengah bulan, Gion Matsuri mengambil tempat di djantung Kyoto, terutama di wilajah pertokoan: persimpangan Kawaramachi Dōri dengan Shijo Dōri. Arak2an jang berlangsung pada puntjak festival menjusuri Kawaramachi Dōri dan belok kiri ketika sampai di depan Balai Kota.
Ketika dimulai pada tahun 869, Gion Matsuri merupakan upatjara penjutjian menghadapi bentjana jang dipertjaja sebagai amarah Kamisama. Sekarang Gion Matsuri merupakan festival para pengusaha jang berbentuk arak2an Yamaboko, sematjam pedati beroda kaju jang ditarik oleh manusia. Yamaboko dihiasi barang2 antik, baik jang bermakna ritual agama, maupun jang punja nilai seni. Tidak ketinggalan djuga permadani dari Eropa atau Tiongkok jang sampai ke Djepang di abad pertengahan melalui Jalan Sutra. Yamaboko djuga masih mengangkut orang jang memperagakan gerak gerik tarian tradisional dan para pemusik jang membunjikan instrumen tiup dan beduk, apa jang disebut musik gagaku.
Ada berbagai djenis Yamaboko, jang paling besar biasanja djuga memasang tiang sampai 10 meter lebih. Yamabokobesar ini disponsori konglomerat atau pasar swalajan besar. Jang ketjil tidak bertiang, milik perusahaan ketjil/menengah.

Berbeda dengan dua festival lain, karena berlangsung sekitar sebulan, Gion Matsuri njaris melibatkan segenap warga Kyoto, termasuk warga asing. Banjak djuga bulé jang ber-senang2 menjeret Yamaboko sambil mengenakan jimpei, pakaian tradisional musim panas. Hitung2 ikut festival tradisional, mungkin begitu perhitungan mereka, walaupun suhu mentjapai 38 deradjat Celcius. Banjaknja peserta mengundang banjaknja pengundjung, sekaligus memberi kesempatan para pedagang makanan dan minuman untuk mendjadjakan dagangan di pinggir djalan. Inilah jang membedakan Gion Matsuri dengan Aoi Matsuri atau Jidai Matsuri. Gion Matsuri terasa lebih meriah!
•••
Di luar istana Kaisar, di Kyoto djuga terdapat istana Shōgun. Itulah Puri Nijō jang disebut sebagai lambang militerisme awal Djepang, militerisme jang masih dikungkungi feodalisme. Pada zaman jang disebut periode Edo itu, masjarakat Djepang mengalami kontrol ketat dengan peraturan jang mentjekik, bahkan sampai ada peraturan berpakaian. Zaman ini berlangsung selama dua setengah abad lebih, antara 1600 sampai 1868. Pada abad 19 itu, Shōgun, si penguasa militer terachir, memulihkan kekuasaan kaisar, saat dimulainja restorasi Meiji.

Sebelum itu, selama dua setengah abad kaisar hanja sebagai pemimpin spiritual, waktu itu Djepang dikuasai para shōgun dari wangsa Tokugawa. Tjara mereka bisa berkuasa begitu lama pada dasarnja melalui dua djalan. Pertama Djepang ditutup dari dunia luar. Orang luar ditangkal masuk dan orang dalam ditjegah keluar. Selain itu, supaja tidak bersatu, masjarakat masih di-bagi2 lagi dalam empat kelas, kelas samurai, kelas petani, kelas tukang peradjin dan kelas pedagang.
Hukuman terhadap pelanggaran peraturan ketat jang ada djuga berat dan jang mendjatuhkannja adalah kelas samurai. Mereka punja izin chusus untuk membunuh orang. Untuk bisa mengendalikan masjarakat diperlukan banjak intel. Dan memang djaringan intel Djepang waktu itu luar biasa, tersebar sampai ke seantero negeri.
Kaum bangsawan, disebut Daimyo jang tidak lebih dari 250 orang, dianggap antjaman oleh wangsa Tokugawa, si penguasa mutlak. Untuk membonsai mereka, Shōgun dinasti Tokugawa mengharuskan para Daimyo memiliki dua rumah, satu di Edo dan satu lagi di daerah asal. Edo jang sekarang Tokyo itu adalah pusat kekuasaan dinasti Tokugawa.
Dua tahun sekali para Daimyo ini wadjib sowan ke Edo, meninggalkan anak istri, bahkan anak istri itu disandera oleh kaki tangan Tokugawa. Beban punja dua rumah tangga ini menjebabkan para Daimyo tetap lemah, tidak bisa kuat apalagi bersatu melawan para Shōgun Tokugawa.
Isolasi Djepang dimulai dengan pelarangan agama Katolik sedjak 1612, dan orang ditjekal untuk keluar negeri sedjak 1638. Tapi ada perketjualian, itulah pulau Dejima, di pantai Nagasaki. Di sana VOC boleh berdagang dan djuga boleh masuk.
Bukan kebetulan VOC jang dipilih, maklum Kumpeni hanja mau berdagang, tidak berniat menjebarkan agama, alias melakukan kristenisasi. Sebelum VOC, Shōgun Ieyasu sudah mengizinkan Portugal masuk untuk berdagang, tapi ternjata mereka djuga menjebarkan agama Katolik. Tapi betapa Shōgun Iematsu, tjutju Ieyasu, terperandjat mendengar salah satu Daimyo mendjadi pemeluk Katolik. Dia chawatir kehilangan kekuasaan, karena orang Katolik hanja tunduk pada Paus di Roma. Karena itu Portugal diusir dan segera digantikan VOC. Senang pada VOC jang hanja berdagang, Kumpeni diberi izin menetap di pulau ketjil Dejima, pos dagang pentingnja setelah Batavia.

Di Puri Nijō langsung terlihat militerisme Djepang. Misalnja, puri ini memiliki dua pintu gerbang. Pintu2 lain berat2, kemudian tembok luarnja djuga seperti benteng dan dikelilingi kanal. Waktu itu pusat keramaian Kyoto masih di sekitar puri ini, istana Kaisar tidak djauh dari situ. Maklumlah para Shōgun ingin menginteli siapa sadja, termasuk Kaisar sendiri.
Jang terkenal pada Puri Nijō adalah lantainja jang ber-detjik2, seperti suara burung. Tahu kenapa? Dasar penguasa mutlak, mereka selalu takut musuh, makanja lantai jang bersuara itu bertugas memberi peringatan bahwa musuh datang. 30 tahun silam waktu pertama kali datang ke puri ini, telinga saja mendengar detjikan itu keras sekali, sekarang sepertinja sudah lebih pelan.
Orang Djepang zaman sekarang tidak terlalu negatif terhadap kekedjaman Shōgun. Menuturkan bagaimana nenek mojangnja jang Daimyo disiksa Shōgun terachir, seorang dokter menegaskan, waktu itu pilihan lain adalah didjadjah Portugal atau Belanda. “Kalau saja pasti pilih didjadjah bangsa sendiri!”
•••
Selain festival dan istana, Kyoto djuga disebut sebagai kota seribu kuil. Maklum kuil bertebaran di mana2, mulai dari jang ketjil dan hanja dikenal warga sekitar, sampai kuil besar dan tua jang terkenal di seluruh dunia, seperti Kiyumizudera. Mungkin jang istimewa adalah dua kuil jang terletak pada dua kutub. Itulah kuil emas Kinkaku-ji di barat dan kuil perak Ginkaku-ji di timur. Bagi Kyoto, tolok ukur timur barat adalah Sungai Kamo jang membelah kota ini tepat di tengahnja, mengalir dari utara ke selatan.
Kuil emas Kinkaku-ji adalah pesona tersendiri. Seperti namanja, Kinkaku-ji benar2 disepuh emas. Pertama kali dibangun tahun 1397 sebagai kuil Zen, salah satu mahzab Budisme, Kinkaku-ji sudah sering mengalami renovasi. Bangunan sekarang hasil renovasi tahun 1955, lima tahun setelah kuil itu dibakar oleh seorang tjalon biksu. Dia divonis tudjuh tahun pendjara, tetapi dibebaskan karena ternjata mengidap gangguan djiwa.

Sastrawan Mishima Yukio memfiksikan pembakaran kuil ini, termasuk pelakunja jang dibuat gagap, dalam novel terkenalnja Kinkaku-ji. Terbit tahun 1956, ketika pelaku pembakaran meninggal dunia karena tuberculosis, inilah novel penting Djepang pasca Perang Dunia Kedua jang mengangkat Mishima pada pentas sastra internasional. Dalam novel ini Mishima menggarap tema2 favoritnja seperti trauma masa ketjil, kebimbangan seksualitas dan obsesi pada keindahan serta kehantjuran dalam djalinan psikologis jang mentjengangkan.
Pengundjung akan ketjewa kalau berharap bisa menjaksikan kuil perak ketika mendatangi Ginkaku-ji jang tertelak di bilangan Yoshida, Kyoto timur. Rentjana menjepuh perak dinding kuil jang mulai dibangun tahun 1482 ini tidak pernah terlaksana. Akibatnja, lain dengan Kinkaku-ji jang tampak sebagai kuil emas, Ginkaku-ji tidak pernah terlihat sebagai kuil perak.

Tapi itu tidak berarti pengundjung akan benar2 ketjewa. Menjaksikan bangunannja sadja seseorang didjamin akan terpana, baik oleh keindahannja maupun oleh usianja jang sudah ratusan tahun. Belum lagi taman asri jang mengelilinginja. Menelusuri djalan setapak di taman asri itu, seseorang akan dibawa sedikit mendaki bukit untuk, ketika tiba di titik tertinggi, menjaksikan pemandangan Kyoto. Setelah lembah Sungai Kamo, segera terlihat Istana Kaisar sebagai kehidjauan di tengah kota.
Pelbagai bangunan kuno Kyoto ini bisa dikagumi sampai sekarang berkat “djasa” Henry Stimson, Menteri Peperangan Amerika. Pernah berkundjung ke Kyoto tahun 1926, Stimson sadar makna historis Kyoto. Karenanja dia mentjoret Kyoto dari daftar kota2 Djepang jang harus dibom semasa Perang Dunia Kedua. Alhasil, kalau Hiroshima, Nagasaki, Tokyo dan kota2 penting Djepang lain hantjur akibat pemboman, Kyoto hanja kehilangan 91 rumah!
•••

Ber-djalan2 di Kyoto, seseorang pasti akan berpapasan dengan pelbagai love hotels, hotel untuk memadu tjinta bagi pasangan jang sedang mabuk kepajang. Hotel2 matjam ini lain dari hotel biasanja, karena love hotels memasang tarif djam2an. Selain itu djuga tidak ada karjawan jang menjambut para tamu. Pengguna love hotels biasanja hanja akan berurusan dengan mesin jang mengeluarkan kuntji begitu ke dalamnja dimasukkan uang atau kartu kredit, djadi bukan surat kawin atau tètèk bengèk lain. Tidak perlu chawatir digedor ormas tertentu atau kalangan usil lain, pasangan merpati ini bisa “berhadjat” dengan tenang, sepuas mereka. Begitu selesai, mereka tetap tidak akan berhadapan dengan manusia ketika mengembalikan kuntji kamar.
Menariknja, di Kyoto, ada beberapa love hotels jang terletak tidak djauh dari kuil, seperti dua love hotels jang hanja beberapa langkah dari kuil Okazaki, tidak djauh pula dari Kuil Heian. Untung Kyoto tidak mengenal ormas jang suka mengusik kalangan jang dianggap tidak bermoral.

Karena itu, setelah mengundjungi kuil Okazaki sepasang merpati jang dimabuk tjinta bisa berlandjut untuk, dengan aman, mengundjungi salah satu love hotels tidak djauh dari itu. Atau, sebaliknja, karena merasa berdosa akibat apa jang mereka lakukan di salah satu love hotels itu, sepasang merpati bisa djuga bergegas ke kuil Okazaki atau kuil Heian jang lebih besar lagi. Di sana mereka bisa dengan tenang berdoa meminta ampun atas dosa2 mereka. Itu kalau mereka memahami dosa seperti kita memahaminja. Patut diragukan orang Djepang memahami dosa sama seperti kita memahaminja.
Satu pemikiran pada ““Festival, istana, kuil dan hotel tjinta di Kyoto” oleh Joss Wibisono”