“Memahamin foto2 exekusi jang ditemuken di Gouda” oleh Joss Wibisono

Versi jang sedikit laen dan dalem EYD bisa dibatja dengen mengklik ini.

Berita dan foto di harian de Volkskrant edisi Djumat 16 Oktober 2015 tentang eksekusi di Indonesia pada zaman perang kemerdekaan dulu, diteruskan oleh televisi dan radio Belanda jang lebih landjut mengupas foto2 itu. Memang hanja foto dan slides jang ditemukan di Verzetsmuseum (Museum Perlawanan) Gouda, pendjelasannja tidak ada.

Kepada NPO-Radio 1, radio publik Londo, sedjarawan Louis Zweers, spesialis foto2 dekolonisasi Indonesia, menjatakan bahwa penemuan terachir ini tidak menjertakan konteksnja. Itu berarti, demikian Zweers, tidak ada informasi mengenai di mana, kapan, siapa dan apa jang sebenarnja terdjadi. Padahal informasi sematjam itu, termasuk siapa jang berada di belakang kamera, esensial bagi foto2 sedjarah.

Memang, segera setelah foto tersebar, termasuk di media sosial, publik langsung bereaksi dengan melontarkan pelbagai pertanjaan, seperti siapa sadja korban exekusi itu; di mana dan kapan exekusi ini terdjadi; mengapa bagian bawah tubuh korban tidak berpakaian dan hanja ditutupi djerami atau rumput; dan seterusnja. Tidak semuwa pertanjaan dikupas oleh televisi dan radionja Londo.

Salah satunja adalah kenjataan bahwa enam orang jang diexekusi itu dalam keadaan setengah telandjang, bagian bawah tubuh mereka tidak berpakaian. Dalam foto bagian itu ditutupi djerami atau rumput. Mengapa begitu? Inikah bentuk peletjehan sexual terhadap orang Indonesia?

Dua pedjuang Indonesia jang ditelandjangi
Dua pedjuang Indonesia jang ditelandjangi

Pertanjaan ini tidak dilontarkan dalam pengupasan lebih landjut oleh media elektronika Londo. Mungkin karena orang tidak tahu djawabannja. Mungkin pula karena orang risih untuk berbicara tentang sesuwatu jang djelas2 berkaitan dengan moral dan susila. Tiadanja pembahasan djelas memungkinkan spekulasi. Apalagi karena masih ada foto telandjang lain.

Foto inilah jang tampaknja bisa memberi pendjelasan. Pada foto jang lebih gelap ini terlihat tiga orang. Dua orang Indonesia tidak berpakaian, mereka hanja membawa pakaian. Sedangkan orang lain jang djuga berwadjah Indonesia mengenakan seragam militer dan membawa senapan. Menariknja di bawah foto ini tertera kalimat bahasa Belanda: “Voor een verhoor of onderzoek moesten Indonesiërs zich soms geheel ontkleden”, artinja untuk interogasi atau penjidikan orang2 Indonesia kadang2 harus sepenuhnja melepas busana.

Tulisan tangan “Voor een verhoor of onderzoek moesten Indonesiërs zich soms geheel ontkleden”
Tulisan tangan “Voor een verhoor of onderzoek moesten Indonesiërs zich soms geheel ontkleden”

Kalimat seperti ini menggiring kita pada kesimpulan bahwa sebelum diexekusi enam orang tersebut terlebih dahulu telah diinterogasi dan pada saat itu mereka harus melepas pakaian, sepenuhnya telandjang. Mungkin ini untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa sendjata, djadi tidak berbahaja bagi penginterogator.

Selain itu djuga tidak tertutup kemungkinan bahwa telandjang merupakan penghinaan serta peletjehan sexual tidak langsung. Mengingat tahanan telandjang djuga terlihat di foto2 Abu Ghraib, waktu tahanan Irak dihina oleh tentara Amerika, maka lajak disimpulkan foto setengah telandjang jang baru terungkap di Gouda itu djuga bertudjuan sama. Dan djelas perintah telandjang itu bukan sesuatu jang baru, sampai sekarangpun tetap dilakukan oleh pihak jang merasa dominan dan djuga merasa perlu menundjukkan dominasi itu.

Stanley Yosep Adiprasetyo jang ketika mendjadi wakil ketua Komnas HAM banjak menjelidiki pembunuhan di luar hukum datang dengen pendapat menarik. Menurutnja di Indonesia, telandjang itu berarti melepas semua djimat dan benda2 jang membuat tubuh djadi kebal. Seorang pendjahat jang dikenal kebal, demikian Stanley, sebelum dieksekusi bukan tjuma ditelandjangi tapi tubuhnja djuga dilumuri air rendaman daun kelor. Tentu sadja tudjuannja supaja kekebalannja hilang dan dia menemui adjal waktu didor. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa jang memerintahkan penelandjangan bukanlah orang Belanda, tapi sesama orang Indonesia jang tahu dan pertjaja akan adjimat serta kekebalan.

Louis Zweers, dalam wawantjara dengan NPO-Radio 1 dengan penuh semangat mengungkap perihal kapan dan di mana foto2 ini diambil. Menurutnja foto ini diambil di Bandung pada awal tahun 1946. Walaupun dalam wawantjara dengan Radio 1 itu Zweers tidak mendjelaskan bagaimana dia bisa sampai pada kesimpulan itu, tetapi dengan melihat foto2 lain jang ada, Bandung adalah kesimpulan jang masuk akal djuga. Dalam berita harian de Volkskrant edisi Djumat 16 Oktober djuga diungkap foto parade militer di depan hotel Savoy Homann di Bandung. Maka bisa dipastikan foto2 lain jang ada dalam himpunan itu djuga diambil di Bandung dan sekitarnja.

Lebih landjut Zweers menegaskan bahwa pada waktu itu situasi Bandung katjau balau. Dalam kekatjauan itu paling sedikit ada pasukan Inggris-India (Gurkha) dan satuan2 KNIL, keduanja ber-sama2 menghadapi para pemuda Indonesia jang berupaja mempertahankan kemerdekaan, menjusul proklamasi 17 Agustus 1945. Zweers jakin enam orang Indonesia yang diexekusi merupakan dampak bentrokan antara pasukan KNIL dengan para pemuda Indonesia.

Jang penting bagi pakar foto dekolonisasi Indonesia ini adalah pradjurit Belanda belum tiba. “Mereka baru tiba di Djawa pada bulan Maret 1946,” demikian Zweers. (Agresi militer Belanda jang mereka sebut sebagai politionele acties berlangsung dua kali, 1947 dan 1948). Dengan begitu jang bertanggung djawab bagi exekusi itu adalah pasukan KNIL jang biasanja terdiri dari orang2 Indonesia sendiri, orang2 Ambon, Minahasa dan djuga orang Djawa. Foto2 jang ditemukan di Gouda itu, demikian Zweers, menggambarkan fase awal upaja Belanda merebut kembali Indonesia.

Periode awal mendjelang kedatangan pasukan Belanda ini memang sudah diwarnai kekerasan. Korbannja djuga termasuk warga sipil, bukan hanja orang Indonesia, tetapi djuga warga sipil Belanda, termasuk kalangan Indo jang berdarah tjampuran Indonesia Belanda. “Periode Bersiap” demikian djulukan orang Belanda terhadap periode ini.

Ditemukannja foto2 di Gouda ini semakin memperkeras seruan supaja dilakukan penelitian menjeluruh terhadap perang kolonial Belanda. Penelitian itu djuga disarankan untuk meliputi apa jang disebut Periode Bersiap jang merupakan masa penuh trauma bagi kalangan Indo-Belanda.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.