“Tjantik itu luka mengandung ramuan chusus”, oleh Wim Bossema

Berikut terdjemahan resensi jang dimuat oleh harian pagi Amsterdam de Volkskrant pada edisi sabtu 2 djuli 2016, novel ini memperoleh empat dari lima bintang jang ada. Manakala seorang penulis sedang dipersilakan masuk ke dalam kelompok pilihan jang hanja beranggotakan nama2 besar, maka dia akan tertimpa hujan perbandingan jang turun dengan lebatnja. Tidaklah mengherankan kalau penulis muda Indonesia Eka Kurniawan (1974) disandingkan dengan penulis senegerinja Pramoedya Ananta Toer, dengan Gabriel Garcia Márquez dan dengan Murakami Haruki. Tapi djustru gaja pribadi Eka Kurniawanlah jang membuat roman2nja (dia sudah menulis empat) merupakan petualangan. Dalam upajanja mendjangkau pembatja sekarang Belanda memperoleh giliran dengan terbitnja … Lanjutkan membaca “Tjantik itu luka mengandung ramuan chusus”, oleh Wim Bossema

“Budaja takut kembali mentjekam Indonesia” oleh koresponden Michel Maas

Ini terdjemahan wasweswos laporan Michel Maas jang pada hari senin 26 oktober 2015, terbit di harian de Volkskrant, halaman 15. Pembunuhan massal orang2 komunis di Indonesia terdjadi 50 tahun silam. Tapi berbitjara dju2r tentang ‘1965’ te2p tidak mungkin. Lebih2 lagi: sensor sekarang kembali beroperasi sepenuhnja. Mendadak sontak sensor kembali sepenuhnja hadir di Indonesia. Hanja menjebut tahun 1965 sadja orang sudah bakal kena masalah. “Sepertinja sensor kembali mendjadi mode dari hari ini ke besoknja,” keluh seorang direktur sebuah festival sastra jang begitu kaget lantaran kundjungan polisi. Pada sebagian atjaranja, festival jang dibuka rebo mendateng ini sedianja djuga akan membahas pembunuhan massal … Lanjutkan membaca “Budaja takut kembali mentjekam Indonesia” oleh koresponden Michel Maas