“800 tahun universitas Salamanca: menang tapi tak mejakinkan” oleh Joss Wibisono

La Universidad de Salamanca, dalam bahasa Latin ‘Universitas Studii Salmantini’, didirikan pada tahun 1218 oleh radja Alfonso IX jang waktu itu bertahta di wilajah León (Spanjol barat). Inilah universitas tertua Spanjol. Sebelum itu sudah ada universitas lebih tua lagi di Eropa: di Bologna (Itali) didirikan 1180, di Oxford (Inggris) 1200, dan djuga Cambridge (1209). Sebagai pembanding, Ken Arok mendirikan keradjaan Singhasari di Djawa Timur pada tahun 1222, empat tahun setelah univeritas Salamanca berdiri. Walau begitu, gedung2 universitas jang sekarang ada di Salamanca dibangun pada abad 14, tahun 1580an. Bisa djadi, pada waktu didirikan, gedung2 universitas masih terlalu sederhana misalnja terbuat … Lanjutkan membaca “800 tahun universitas Salamanca: menang tapi tak mejakinkan” oleh Joss Wibisono

“Perlawanan dan perdjuangan keluarga Soejono” oleh Joss Wibisono

Sepandjang tahun 2021 ini aku menekuni satu keluarga jang luar biasa tapi sajangnja tidak banjak dikenal di tanah air. Irawan Soejono, anak ketiga keluarga Soejono, sekarang sudah mulai ada jang tahu. Terutama karena namanja mendjadi nama djalan di Osdorp, Amsterdam barat. Tapi ajah Irawan jaitu Radèn Ario Adipati Soejono, sedikit sekali jang tahu. Belum lagi Mimi, kakak Irawan, lebih banjak lagi orang jang tidak tahu tokoh jang bernama lengkap Soetiasmi Soejono ini. Suami Mimi jaitu Maroeto Daroesman mungkin ada jang sudah tahu, maklum dia diexekusi mati di Madiun pada 19 desember 1948. Soejono, Mimi, Irawan dan Maroeto, empat orang jang … Lanjutkan membaca “Perlawanan dan perdjuangan keluarga Soejono” oleh Joss Wibisono

“Bagaimana mesti menamai negara dan wilajah asing?” oleh Joss Wibisono

Ini adalah pengembangan salah satu kolom bahasa jang pernah dimuat oleh mingguan Tempo. Bahasa Indonesia memiliki pelbagai tjara untuk menamai negara2 lain atau wilajah2 luar negeri, tidak ada satu tjara jang tegas dan menjeluruh. Di antara pelbagai tjara itu ternjata ada dua kutub jang berlawanan: pertama, dengan penuh kebanggaan menamai negara lain dan wilajah luar negeri sesuai bahasa kita sendiri. Kedua, abai, malas dan tanpa kebanggaan, bisanja tjuma membebek tjara penamaan bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Ini bukan tjuman kelakuan orang di djedjaring sosial; koran dengan tiras tebesar, bahkan Kamus Besar Bahasa Indonesiapun melakukan perbuatan tertjela itu. Di antara dua … Lanjutkan membaca “Bagaimana mesti menamai negara dan wilajah asing?” oleh Joss Wibisono

“Seminar berkelas: debat terbuka murid dengan guru” oleh Joss Wibisono dan Arief Budiman

Dalam rangka mengenang 100 hari kepergian Arief Budiman jang kira2 berlangsung hari2 ini, berikut sebuah debat terbuka jang pernah aku lakukan dengan guru terkasih. Debat ini berlangsung dalam dua edisi Gita Kampus, medium internal Universitas Kristen Satya Watjana (UKSW), jaitu edisi 19 dan edisi 20, kira2 terbit pada achir tahun 1986, 34 tahun silam. Dalam debat ini kukritik penjelenggaraan Seminar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan untuk itu aku gunakan istilah2 marxisme misalnja dengan menundjuk kelas. Di luar dugaan, gajung ternjata bersambut, dalam mendjawab kritikku guru terkasih djuga menggunakan istilah2 marxisme. Mumpung soal komunisme dan masjarakat berkelas sedang ramai2nja djadi pembitjaraan … Lanjutkan membaca “Seminar berkelas: debat terbuka murid dengan guru” oleh Joss Wibisono dan Arief Budiman

“Di balik bahasa ada kuasa” oleh Rony K. Pratama

Versi terdahulu dan dalem EYD bisa dibatja dengen mengklik ini. Bahasa selalu bersifat politis. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, sebagaimana dipahami djamak orang, melainkan djuga instrumen dan medium kekuasaan. Tjorak kekuasaan dalam bahasa salah satunja ditandai oleh sistem edjaan. Sebuah pendisiplinan jang subtil di tengah keanekaragaman ekspresi berbahasa masjarakat. Joss Wibisono dalam buku terbarunja bertadjuk Maksud politiek djahat (2020) setjara lugas menguraikan kedudukan bahasa dan kekuasaan di Indonesia. Kritik tadjamnja terhadap pengunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) membongkar praktek diskursif rezim Soeharto selama tiga dekade. Rezim otoriter pada semua lini kehidupan masjarakat Indonesia waktu itu ternjata menjembunjikan “maksud jahat” di balik … Lanjutkan membaca “Di balik bahasa ada kuasa” oleh Rony K. Pratama

“Meneer Joss Wibisono dan Ben Anderson melawan orde bau” oleh Gde Dwitya

Maksud Politik Jahat: Benedict Anderson tentang bahasa dan kuasa Joss Wibisono Tanda Baca, 2020 xiv+142 halaman Versi edjaan zaman kini bisa dibatja dengan ngeklik ini. Ben Anderson, sang sardjana ahli Indonesia dan Asia Tenggara itu, biasanja dikenal di Indonesia karena tiga karja penting. Pertama tentu sadja karena Cornell Paper jang membahas soal konflik internal di dalam Angkatan Darat dan kaitannja dengan gerakan 30 September 1965. Kedua, karena disertasinja jang menulis peran pemuda dan pemudaisme dalam revolusi Indonesia. Dan karena buku teoretisnja soal asal-usul rasa kebangsaan: Imagined Communities. Ketiga karja besar ini setjara garis besar adalah karja ilmu politik jang membahas … Lanjutkan membaca “Meneer Joss Wibisono dan Ben Anderson melawan orde bau” oleh Gde Dwitya

“Benedict Anderson sebagai penerdjemah karja sastra” dihimpun oleh Joss Wibisono

Mendiang Benedict Anderson (1936-2015) telah menerdjemahkan beberapa karja sastra Djawa dan Indonesia ke dalem bahasa Inggris.     Sastra Indonesia 1. Idrus “Surabaja”. 2. Prijana Winduwinata “M. M. M. dan lain2 Tjerita Binatang Modern”. 3. Pramoedya Ananta Toer “Dendam”. 4. Pramoedya Ananta Toer “Njonja Dokterhewan Suharko”. 5. Pramoedya Ananta Toer “Perburuan dan Keluarga Gerilja” 6. Eka Kurniawan “Corat-coret di Toilet” 7. Eka Kurniawan “Jimat Séro” Sastra Djawa 1. Suluk Gatholotjo (Bagian 1) 2. Suluk Gatholotjo (Bagian 2) Selain karja2 di atas, Anderson djuga masih menerdjemahkan tjerpen karja Achdiat Kartamihardja berdjudul “Sensasi diatas pohon kelapa” jang dimuat dalam kumpulan tjerpen Asia … Lanjutkan membaca “Benedict Anderson sebagai penerdjemah karja sastra” dihimpun oleh Joss Wibisono

“Arbei, korting & persekot” oleh Joss Wibisono

Versi jang sedikit lain nongol di mingguan Tempo, edisi 21 djuli 2019, halaman 38. Pada abad 20 dulu, orang masih menggunakan arbei untuk menjebut buah merah tanaman perdu jang tumbuh di daerah pegunungan beriklim sedjuk. Sekarang kata ini sudah terlupakan, orang menjebut buah itu stroberi (dari kata Inggris strawberry). Abad lalu orang djuga masih menggunakan korting untuk menjebut potongan harga, sekarang digunakan diskon (dari kata Inggris discount). Dulu orang masih menggunakan persekot atau uang muka, sekarang ramai2 mereka gunakan DP (singkatan Inggris down payment). Maka di sini kita saksikan betapa serapan bahasa Inggris telah mendesak serapan bahasa Belanda. Arbei berasal … Lanjutkan membaca “Arbei, korting & persekot” oleh Joss Wibisono

“Getol Kundera, tak tahu atau lupa Havel” oleh Joss Wibisono

Inilah djawabanku atas kolom Udar Rasa Don Sabdono, eh Bre Redana, di harian Kompas, edisi 21 djuli 2019 Mengapa kita, orang Indonesia, begitu menggetoli Milan Kundera, penulis Ceko jang pada 1975 mengungsi ke Paris? Lebih dari itu mengapa tak pernah sekalipun kita sebut nama Václav Havel? Sebenarnja Kundera tak pernah bisa dilepaskan dari Havel, berbitjara tentang Kundera, seseorang harus pula bitjara tentang Havel. Klow tjuman tentang Kundera sadja (apalagi lantaran utjapannja soal ‘melawan lupa’) maka orang itu tjuman bitjara tentang satu hal jang kebetulan tjotjok baginja. Di luar negeri, keduanja, Kundera dan Havel setjara bersama, selalu disebut dalam satu tarikan … Lanjutkan membaca “Getol Kundera, tak tahu atau lupa Havel” oleh Joss Wibisono

“Roestam Effendi: sastrawan dan politikus komunis” oleh Joss Wibisono

Masuk ke bagian bawah tanah museum Stedelijk, Ngamsterdam, aku kaget melihat foto ini.  Ternjata ada hlo foto orang Indonesia di museum Stedelijk. Siapakah dia? Di bawah foto segera terbatja namanja: Roestam Effendi. Ah, inilah orang jang pernah kubatja namanja.   Roestam Effendi dikenal oleh chalajak Indonesia hanja sebagai sastrawan asal Minangkabau angkatan Poedjangga Baroe. Karja sastranja jang sering di-sebut2 (tapi sedikit jang benar2 batja) adalah drama berdjudul ‘Bebasari‘. Jang tidak diketahui orang adalah bahwa Roestam Effendi ini kemudian djuga menempuh pendidikan di Belanda, semula beladjar mendjadi guru bahasa Belanda, kemudian beladjar ekonomi. Lebih dari dari itu Roestam Effendi terlibat dalam … Lanjutkan membaca “Roestam Effendi: sastrawan dan politikus komunis” oleh Joss Wibisono