Kalow misih kesulitan batja tulisan tidak dalem EYD, silahken lihat versi EYDnja azha dan klik di sini.
Apa sjaratnja supaja seseorang bisa diangkat sebagai bapak bangsa, dan mungkinkah kaum perempuan djuga memperoleh sebutan terhormat ini?
Kita punja sederetan nama jang kita sebut bapak bangsa. Mereka memang bapak2 jang berdjasa bukan hanja dalam memperdjuangkan kemerdekaan Indonesia, tetapi sebelum itu djuga menggagasnja, berpikir untuk mendirikan bangsa jang merdeka dari belenggu pendjadjahan.
Tentu sadja pantas ditanja mengapa hanja ada istilah “bapak bangsa”? Di manapun djuga tidak kurang kaum perempuan jang berperan bagi bangsanja. Mengapa tidak ada istilah ibu bangsa? Dan itu bukan tjuma dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa2 asing kata bapak tetap digunakan. Misalnja bahasa Inggris menjebut bapak bangsa sebagai founding fathers, bahasa Belanda vader des vaderlands.
Tidak ramah perempuan
Istilah bapak bangsa, founding fathers dan vader des vaderlands djelas tidak ramah bagi kaum perempuan. Peran mereka tidak diakui, baik itu di masa lampau, masa kini apalagi masa depan. Dan itu bukan hanja terdjadi di Indonesia, melainkan djuga di negara2 lain jang menggunakan istilah sepadan dengan bapak bangsa.
Kata bapak djelas berasal mula dari keluarga, ada bapak, ibu dan anak. Awalnja, bapak djuga sering disebut kepala keluarga. Bisalah dipastikan ketika bapak dikaitkan dengan masalah negara, seperti dalam bapak bangsa, maka itu hanja merupakan urusan kaum bapak. Lebih lagi, istilah bapak bangsa tampaknja djuga tjiptaan kaum pria.
Harus diakui sebutan bapak sebagai kepala keluarga berlangsung dalam keluarga jang patriakat, jang mementingkan peran Bapak. Di Minangkabau misalnja ada keluarga jang matriakat, jang mementingkan ibu. Di sana bapak tampaknja bukan kepala keluarga, walaupun harus diakui dari Minangkabau tidak muntjul tokoh perempuan jang mendampingi Bung Hatta, Bung Sjahrir atau Tan Malaka dalam memperdjuangkan Indonesia merdeka.
Tidak punja ibu bangsa, kita ternjata punja ibu pertiwi, selain ibu kota atau ibu djari, tentunja. Bisa djadi ibu pertiwilah pasangan bapak bangsa. Ibu pertiwi tampaknja berkisar pada wilajah sebuah negeri, sedangkan bapak bangsa menundjuk pada bangunan politik sebuah negara. Dengan kata lain bapak bangsa tidak mungkin ada tanpa ibu pertiwi.
Berdarah tjampuran
Di antara sederetan nama jang ada dalam deretan bapak bangsa itu, njaris tidak ada pria Belandanja. Sebagian besar adalah kaum inlanders, bumiputra. Kalaupun ada non-bumiputra, paling banter dia orang Indo jang berdarah tjampuran Belanda Indonesia.
Salah satunja adalah Ernest Douwes Dekker, jang bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Suryaningrat pada achir tahun 1911 di Bandoeng mendirikan de Indische Partij. Inilah partai politik pertama di Nusantara jang sekaligus djuga bertudjuan tegas: kemerdekaan Indonesia. Ernest Douwes Dekker djuga memimpin De Expres, organ Indische Partij. Pada tanggal 13 Djuli 1913 koran ini menerbitkan tulisan terkenal Soewardi Suryaningrat berdjudul, “Als ik eens Nederlander was” artinja “seandainja sadja aku ini orang Belanda”. Inilah tulisan seorang bumiputra pertama jang, dalam bahasa Belanda sempurna, dengan sinis mempertanjakan legitimasi kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara.

Akibatnja mereka bertiga diasingkan ke Belanda, dan memang andil Ernest Douwes Dekker memperdjuangkan Indonesia merdeka tidaklah ketjil. Jang mungkin paling penting, walaupun berdarah Indo, Douwes Dekker tidak pernah mendjadi bagian birokrasi kolonial Belanda. Ia selalu berdiri di luar penguasa kolonial, bahkan mati2an menentangnja.
Sebagai penghormatan, nama Douwes Dekker terpampang sebagai nama salah satu djalan paling sibuk kota Bandung. Djalan Setiabudi diambil dari Setiabudi Danudirdja, nama Indonesia Ernest Douwes Dekker.
Isapan djempol
Betapa terbelalak mata ini membatja kolom ilmuwan Belanda Robert Dijkgraaf jang diumumkan oleh harian NRC Handelsblad edisi 18 Februari 2012. Di situ Presiden KNAW, jaitu Akademi Ilmu Pengetahuan Belanda ini datang dengan sebuah nama baru jang disebutnja “vader des vaderlands” orang Indonesia.
Orang ini bernama Hendrik Kern, hidup antara 1833 sampai 1917 dengan djabatan terachir direktur Akademi Ilmu Pengetahuan di Batavia. Dijkgraaf menulis: djasa Hendrik Kern jang pakar bahasa2 Timur (termasuk bahasa Djawa kuno), adalah menundjukkan bahwa Nusantara jang terberai dalam 17 ribu pulau itu tetap merupakan kesatuan alami dari segi bahasa. Pendapat seperti inilah jang menurut Dijkgraaf menjebabkan kita mengangkat Hendrik Kern sebagai bapak bangsa.
Sampai di sini kita bisa berbalik dengan mengadjukan pertanjaan: apa sebenarnja upaja Hendrik Kern untuk memerdekakan negeri kelahirannja? Mungkinkah dia anggota partai politik pertama Nusantara jang didirikan enam tahun sebelum dia tutup usia?
Sulit memastikannja, apalagi karena sebagai pemimpin Akademi Ilmu Pengetahuan di Batavia Hendrik Kern djelas tidak berseberangan dengan penguasa kolonial. Bahkan dia sepenuhnja berkarier di dalam birokrasi kolonial.

Dengan kata lain bisa sadja dia berpendapat Nusantara merupakan kesatuan alami, tapi pendapat seperti ini tidak akan membuat Hendrik Kern mendjadi bapak bangsa Indonesia. Jang penting apa jang dilakukannja setelah berpendirian seperti itu, adakah dia memperdjuangkan kemerdekaan Indonesia jang djelas2 tidak merupakan kesatuan alami dengan Belanda? Melihat kariernja dalam birokrasi kolonial, patut diragukan Hendrik Kern djuga menghendaki kemerdekaan Indonesia.
Entah dari mana Robert Dijkgraaf mendapat informasi bahwa Hendrik Kern telah memperoleh kehormatan sebagai bapak bangsa Indonesia. Menulis kolom memang lain dari menulis sebuah karja ilmiah, karena dalam menulis kolom seseorang tidak perlu menjebut sumbernja. Djadi djuga tidak perlu disebut kalau sumber itu adalah isapan djempol belaka.