“Saling serap Indonesia Belanda” oleh Joss Wibisono

Catatan awal: pelbagai tulisan yang menguraikan serapan kata-kata Belanda ke dalam bahasa Indonesia selalu bersikap sepihak: tidak menguraikan bahwa bahasa Indonesia (mereka sebut het Maleis, bahasa Melajoe) sebenarnya juga diserap oleh bahasa Belanda. Inilah yang dicoba diuraikan dalam esei berikut. Serapan itu biasanya memang selalu dua pihak. Versi sedikit lain tulisan ini pernah terbit di Tempo.

Partai politik pertama di Nusantara adalah Indische Partij jang pada tahun 1911, di Bandung, didirikan oleh Ernest Douwes-Dekker (Setiabudi Danudirdja), Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Suryaningrat. Kata bahasa Belanda partij selandjutnja kita serap ke dalam bahasa Indonesia mendjadi partai. Karena itu sekarang ada Partai Keadilan Sedjahtera, sementara di Malaysia ada Parti Keadilan Rakyat. Perbedaan dan akar sedjarahnja djelas: Malaysia karena pengaruh bahasa Inggris (party), sedangkan kita karena pengaruh bahasa Belanda.

Pengurus Indische Partij: baris depan Tjipto Mangoenkoesoemo, Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Suryaningrat
Pengurus Indische Partij: baris depan Tjipto Mangoenkoesoemo, Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Suryaningrat

Pengaruh bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia djelas djauh lebih banjak lagi, tidak hanja dalam bidang politik semata. Mulai hal2 sederhana dan se-hari2 (kantor dari kantoor, buku dari boek, bangku dari bank) sampai jang ilmiah di lingkungan akademis. Misalnja dosen dari docent, dekan dari dekaan, tentamen dari tentament, atau rektor dari rector.

Pengaruh biasanja bersifat dua arah. Karena itu jang kena pengaruh bukan sadja kita, tetapi djuga bahasa Belanda kena pengaruh bahasa kita jang mereka sebut het Maleis, alias bahasa Melajoe. Soal ini nanti sadja, sekarang kita lihat dulu bidang apa sadja jang kena pengaruh Belanda dan bagaimana persisnja pengaruh itu.

Pengaruh paling djelas ada di bidang medis. Kita bitjara tentang sakit lever, sakit maag, bludrek, kanker, infeksi, plek (vlek) di paru2, praktek, apotik dan seterusnja. Untunglah tidak semua istilah kesehatan harus kita serap dari bahasa Belanda, karena kita tetap punja sakit djantung, sakit djiwa atau gangguan pernapasan.

Untuk urusan lalu lintas dan mobil kita menggunakan atret (dari achteruit), verboden, pit (dari fiets), knalpot, rem, persnelling (dari versnelling), dongkrak, schokbreker dan seterusnja.

Dalam bidang hukum, walaupun kita sudah punja kata2 seperti pengadilan, hakim, djaksa, undang2, tapi masih banjak djuga istilah juridis Belanda. Maklum hukum kita bersumber dari hukum Belanda. Karena itu masih ada kata2 seperti ruilslag (tukar guling), gijzeling (penjanderaan), advokat (pengatjara dari advocaat), beslag (sita), in kracht (putusan pengadilan jang sudah berkekuatan hukum), bezet (diduduki) dan masih banjak lagi.

Paling sedikit, serapan itu bisa dibilang terdjadi dalam dua bentuk. Ada jang tetap dalam bentuk aslinja, dengan atau tanpa penjesuaian (misalnja pelopor dari voorloper dan arsip dari archief sedangkan beleid tetap dalam edjaan Belanda); tapi ada djuga jang terlebih dahulu kita terdjemahkan. Tjontohnja seni suara (terdjemahan toonkunst) atau gurubesar (terdjemahan hoogleraar).

Jang menarik adalah terdjadinja pergeseran makna. Kalau bitjara bludrek, kita selalu bermaksud menjebut tekanan darah tinggi, padahal dalam bahasa Belanda bloeddruk tjuma berarti tekanan darah. Kalau mau bitjara tentang tekanan darah tinggi orang Belanda masih harus menggunakan kata hoge (tinggi): hoge bloeddruk.

Demikian pula kata rentenir, karena dalam bahasa Belanda rentenieren berarti hidup dari bunga tabungan, tidak perlu bekerdja lagi. Sementara bagi kita, kalau seseorang sampai mendjadi rentenir, maka dia adalah lintah darat.

Pergeseran makna djuga terdjadi pada kata2 bahasa Indonesia jang masuk dalam bahasa Belanda. Misalnja kata “toko”. Ik heb mijn eigen toko bukan berarti saja punja toko sendiri, melainkan saja punja tanggung djawab sendiri. Djadi “toko” jang harafiah dalam bahasa kita berubah mendjadi “toko” jang kiasan ketika masuk bahasa Belanda.

Kata “bagian” djuga begitu. Dat is mijn pakkiaan niet bukan berarti itu bukan bagianku, melainkan itu bukan tanggung djawabku. Di sini kita lihat bagaimana “bagian” mengalami dua kali perubahan. Pertama perubahan edjaan, mendjadi pakkiaan dan kedua berubah makna mendjadi kiasan, bukan harafiah lagi.

Tentu sadja ada djuga kata2 bahasa Indonesia jang tidak berubah makna ketika masuk bahasa Belanda. Tjontohnja ik voel me senang hier jang artinja saja senang atau kerasan di sini. Kemudian hij is een pientere jongen djuga tetap berarti dia anak jang pintar. Een meisje uit de dessa, gadis desa: dengan perubahan ketjil, karena desa diedja dengan dua s. Zij zit nog te piekeren djuga berarti ia tetap memikirkannja.

Paling menarik “pelopor”. Kata ini berasal dari bahasa Belanda, voorloper, tapi ketika sudah mendjadi bahasa Indonesia ternjata kembali lagi masuk bahasa Belanda dengan arti jang sudah lain lagi. Djadi pelopor jang berasal dari voorloper itu balik lagi ke dalam bahasa Belanda sebagai plopper jang artinja para pedjuang kemerdekaan kita. Bagi Belanda artinja djelas negatif, plopper tidak lebih dari gerombolan GPK. Seperti “bagian”, pelopor, ketika masuk bahasa Belanda, mengalami pergantian edjaan dan perubahan makna.

Kata2 bahasa Indonesia jang paling banjak masuk bahasa Belanda berkisar di bidang kuliner. Sebelum diberi tjontohnja, patut ditegaskan orang Belanda berhubungan dengan bahasa Indonesia ketika masih dalam edjaan Van Ophuysen, sudah kita tinggalkan sedjak 1947. Karena itu, orang Belanda mengenal kroepoek, atjar, ajam boemboe bali, nassie, tahoe teloer dan seterusnja. Dan memang di semua negara Eropa, hanja di Belanda terdapat begitu banjak restoran, rumah makan dan waroeng Indisch.

Kalau dulu kita masih bitjara tentang barang tidak bergerak (dari onroerend goed), maka sekarang sudah kita gunakan properti. Ini djelas pengaruh bahasa Inggris, kini sumber serapan asing sudah bukan lagi bahasa Belanda. Mungkin inilah jang disebut perkembangan zaman, djelas perkembangan jang mengaburkan pengaruh bahasa Belanda. Indonesia merdeka dari pendjadjahan Belanda, karena itu pertanjaannja adalah, mungkinkah menghapuskan sisa2 Belanda dari sedjarah dan bahasa kita? Itu mungkin sadja, tapi djangan2 djuga sekaligus berarti mengingkari keindonesiaan kita. Djangankan perubahan seperti itu, dan ini jang sangat menarik, dalam bahasa Belanda, kata2 serapan bahasa Indonesia sama sekali tidak mengalami perubahan.

2 pemikiran pada ““Saling serap Indonesia Belanda” oleh Joss Wibisono

  1. Ada kurang lebih 5000 kata dari bahasa Londo yang digunakan dalam Bahasa Indonesia. Itupun telah banyak berkurang seiring munculnya bahasa2 asing lainnya. Contoh kata Aarbei dulunya dipakai ibuku untuk menyebut buah yang kini dikenal dengan nama stroberi. Sedangkan kata dalam Bahasa Indonesia yang digunakan dalam Bahasa Belanda hanya kurang lebih 250 kata, itupun termasuk kata-kata dalam dunia kuliner. Yang lucunya kata ‘pisang’ (merujuk ke buah pisang) dipakai orang Belanda untuk menjelaskan tentang ketidakberuntungan. ‘Wordt pisang’ (jadi pisang) berarti tidak beruntung atau apes.. hahahaha

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.