“Bagaimana mesti menamai negara dan wilajah asing?” oleh Joss Wibisono

Ini adalah pengembangan salah satu kolom bahasa jang pernah dimuat oleh mingguan Tempo.

Bahasa Indonesia memiliki pelbagai tjara untuk menamai negara2 lain atau wilajah2 luar negeri, tidak ada satu tjara jang tegas dan menjeluruh. Di antara pelbagai tjara itu ternjata ada dua kutub jang berlawanan: pertama, dengan penuh kebanggaan menamai negara lain dan wilajah luar negeri sesuai bahasa kita sendiri. Kedua, abai, malas dan tanpa kebanggaan, bisanja tjuma membebek tjara penamaan bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Ini bukan tjuman kelakuan orang di djedjaring sosial; koran dengan tiras tebesar, bahkan Kamus Besar Bahasa Indonesiapun melakukan perbuatan tertjela itu. Di antara dua kutub jang berlawanan ini untungnja masih ada pula bentuk lain. Berikut dibahas pelbagai pola penamaan negara lain serta kota maupun daerah luar negeri jang ada dalam bahasa Indonesia. Sedini alinea pembuka ini lajak ditegaskan bahwa tulisan ini berpihak pada tjara penamaan sendiri dan tidak berniat me-niru2 tjara bahasa lain menamai negara atau wilajah luar negeri. Kalau memang harus menggunakan nama non-Indonesia maka itu per-tama2 harus bertitik tolak dari istilah warga negeri/wilajah jang bersangkutan dalam menamai negeri/wilajah mereka.

Den Haag dalam bahasa2 Belanda, Prantjs, Spanjol dan Inggris
Den Haag dalam bahasa2 Belanda, Prantjs, Spanjol dan Inggris

Tidak banjak negara lain jang punja nama Indonesia, djumlahnja hanja 20. Itu artinja sebagian besar nama negara di dunia ini tidak kita miliki padanan bahasa Indonesianja. Selandia Baru ramai mendjadi berita pada februari 2019 karena serangan teror di Christchurch adalah tjontoh pertama. Kemudian Papua Nugini (sebutan warga: Papua New Guinea), Djepang (Nippon), Tiongkok (Zhungguo), Korea Utara (Bughan), Korea Selatan (Namhan), Negeri Belanda (Nederland), Djerman (Deutschland), Prantjis (La France), Inggris (England), Spanjol (España), Junani (Hellas), Norwegia (Norge), Pantai Gading (Côte d’Ivoire), Maladewa (Maldives) dan Amerika Serikat (The United States of America) serta Afrika Selatan (Suid Africa).

Selandjutnja, tiga negara bisa masuk dalam deretan 17 negara di atas, walaupun bahasa Indonesia hanja menjesuaikan edjaan: Irlandia (Ireland), Islandia (Eylenda), dan Filipina (Pilipinas). Tapi harus diakui Irlandia kita serap dari bahasa Belanda: Ierland. Begitu pula Islandia, orang Belanda menjebutnja IJsland serta Filipina jang dalam bahasa Belanda adalah de Filipijnen. Maklum kita belum lepas dari pengaruh (bahasa) Belanda tatkala tiga nama itu kita serap masuk bahasa Indonesia, sekitar tahun 1930an dan 1940an.

Di sini segera tampak pola penjerapan itu: negeri2 jang namanja diachiri “land” (berarti negeri dalam bahasa Belanda) akan ditambah huruf2 i dan a supaja bisa masuk bahasa Indonesia. Selandia Baru jang dalam bahasa Belanda Nieuw Zeeland djelas dibikin berdasarkan pola ini, land ditambah ia, djadilah Selandia Baru. Maka, selain Selandia Baru, Irlandia dan Islandia, masih ada Finlandia. Di sini harus pula disebut Skotlandia, salah satu negara bagian Inggris jang bukan merupakan negara tersendiri dan karena itu bisa disebut wilajah. Di bawah nanti akan djuga dibahas penamaan wilajah asing dalam bahasa Indonesia.

Alhasil hanja 20 dari 193 negara anggota PBB jang kita miliki terdjemahan bahasa Indonesianja. Dan menariknja dari semua negara itu hanja Djerman jang menamai diri berdasarkan bahasanja. Djerman jang menjebut diri Deutschland terdiri dari Deutsch jang berarti bahasa Djerman dan land jang berarti negeri. Dengan begitu makna harafiah Deutschland adalah negeri jang berbahasa Djerman. Ini menarik karena sebenarnja masih ada empat negeri Eropa lain jang djuga menggunakan bahasa Djerman, jaitu Austria, Swis, Belgia dan Luksemburg. Belum lagi minoritas Djerman di Rumania dan Ceko, walaupun, berbeda dengan empat negara Eropa tadi, bahasa Djerman tidak diakui sebagai bahasa resmi di kedua negara Eropa timur itu. Adakah sebutan ini mentjerminkan eksklusivitas orang Djerman dalam perkara bahasanja?

Bisa djadi ada jang menundjuk Austria, bukankah itu bahasa Indonesia? Tunggu dulu! Mereka menjebut diri Österreich (harafiahnja keradjaan timur), orang Belanda menjebutnja Oostenrijk, orang Prantjis Autriche, dan, nah ini dia, orang Inggris menjebutnja Austria. Tapi ternjata Austria djuga digunakan oleh bahasa2 Spanjol, Italia dan Portugis. Kemiripan ini membuat tidak mungkin menganggap Austria kita ambil dari bahasa Inggris. Bisa djadi Austria kita serap dari bahasa2 Spanjol atau Portugis. Bukankah di masa lampau bahasa kita djuga bersentuhan dengan bahasa Portugis, misalnja? Jang djelas kata Austria bukan ekslusif milik Indonesia, tidak seperti Inggris, Djerman atau Prantjis.

Tjara lain untuk mengindonesiakan nama negara2 asing adalah dengan menjesuaikan edjaannja pada edjaan kita. Menariknja penjesuaian ini ternjata hanja menimpa dua huruf jaitu huruf c jang kita ubah mendjadi k dan huruf x jang kita djadikan ks. Kiranja alesan pengubahan c mendjadi k djelas, jaitu karena sesuai lafalnja. Tidak boleh dilupakan karena c oleh EYD dilafalkan sebagai tj. Jang tidak djelas adalah pengubahan x mendjadi ks, sulit untuk menelurus alasan mengapa bahasa Indonesia begitu anti huruf x. Mana ada kata Indonesia jang menggunakan x? Sex dan taxi ditulis seks dan taksi. Begitu pula saksofon, padahal itu berdasarkan Adolphe Sax, nama si pentjipta instrumen. Seperti pengikut adjaran Marx jang kita sebut kaun marxis, maka instrumen musik tiup temuan orang Belgia itu harus kita edja sebagai saxofon. Negara dengan huruf c (dan kita ubah mendjadi k) misalnja Kanada (asli Canada), Kolombia (Colombia) dan Nikaragua (Nicaragua). Tjontoh huruf x bisa didjumpai pada Mexico, jang kita djadikan Meksiko (sekaligus c diubah mendjadi k) dan Luxembourg jang kita edja sebagai Luksemburg.

Satu negara jang penulisan namanja terus bermasalah adalah Cekoslowakia. Sedjak kedua negara berpisah pada 1990, kita tidak tahu lagi bagaimana harus menulis nama negara itu. Ada jang menulisnja Ceko (dan satunja lagi Slowakia). Tapi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menulisnja Cheska. Ini aneh, karena sedjak EYD berlaku tahun 1972, ch sudah berubah mendjadi kh. Warganja menjebut negeri mereka Česká. Mungkin kita memang harus menjebutnja Ceska dan bukan Cheska, seperti KBBI.

Sampai di sini semoga djelas bahwa setiap bahasa selalu punja istilah sendiri untuk pelbagai negara bahkan kota dan daerah di bagian dunia lain. Kalau bahasa Inggris menjebut negeri kita tetap Indonesia (tentu dengan lafal sendiri), maka bahasa Belanda menamai negeri kita Indonesië, bahasa Prantjis Indonésie, bahasa Djerman Indonesien. Di sini djelas dalam memberi nama masing2 bahasa berurusan langsung dengan negeri dan bahasa kita, djadi tidak mendasarkannja pada bahasa lain. Dengan prinsip ini djelas bahwa walaupun warga Djerman menjebut negeri mereka Deutschland, orang Prantjis menjebut negara tetangganja itu Allemagne, orang Belanda Duitsland (artinja negara berbahasa Djerman), orang Inggris Germany. Setiap bahasa djelas berdaulat penuh untuk menjebut nama negara lain. Sekali lagi, ini berarti bahwa dalam menjebut nama negara lain, setiap bahasa tidak perlu bergantung pada bahasa lain, djuga tidak pada bahasa negara jang akan disebut itu. Tjontoh jang paling djelas adalah Selandia Baru (warganja menjebut negara mereka New Zealand) dan Pantai Gading (Côte d’Ivoire untuk warganja). Kita memang tidak perlu bergantung (bahkan tunduk2) pada bahasa Inggris misalnja untuk menjebut nama negara2 itu. Pada nama kedua negara itu djelas terlihat betapa bahasa Indonesia berhasil sepenuhnja menundjukkan kedaulatan.

Dengan demikian patut disajangkan ketika untuk menjebut nama tiga negara Baltik, jang merdeka pada 1990, setelah Uni Soviet bubaran, bahasa Indonesia (batja: KBBI) ternjata hanja bergantung pada bahasa Inggris. Karena bahasa Inggris menjebut Lithuania maka kita djuga menjebutnja Lituania, padahal warganja menjebut negeri mereka Lietuva. Bahasa Belanda menjebut negeri ini Litouwen, bahasa Djerman Litauen dan bahasa Prantjis Lituanie. Djelaslah penjebutan kita berdasar pada bahasa Inggris. Begitu pula Estonia, sementara warganja menjebut negeri mereka Eesti. Bahasa2 Belanda dan Djerman menjebut negeri ini Estland, sedangkan bahasa Prantjis Estonie. Dan tentunja negara Baltik ketiga jang dalam bahasa Inggris disebut Latvia sedangkan sebutan warga adalah Lativija. Bahasa Belanda menjebut negeri ini Letland, bahasa Prantjis Lettonie. Dan kita enak2 sadja main tjomot dari bahasa Inggris. Terbukti betapa kita ini memang keminggris alias ke-inggris2an.

Waktu masih bekerdja di Radio Nederland dan bertugas membuat berita tentang kemerdekaan tiga negara Baltik, terus terang saja djuga enak2 sadja mengambil alih bahasa Inggris, karena itu dilakukan oleh media massa lain di tanah air. Sebagai radio jang hanja bisa didengar, kami tidak terlalu getol memuntjulkan istilah2 baru, pendengar pasti akan mengalami kesulitan untuk memahaminja. Saja tahu tiga nama itu berasal dari bahasa Inggris, dan mengambil alihnja tanpa bertanja. Bahkan merasa bersjukur karena tidak perlu susah2 berpikir pandjang. Baru belakangan timbul pertanjaan mengapa harus menggunakan bahasa Inggris untuk menjebut nama geografis luar negeri? Mengapa tidak langsung kita gunakan istilah warga setempat? Apa urusan bahasa Inggris di sini?

Dua negara lain djuga sempat mendjadi bahan pembitjaraan para penjiar Ranesi: Macedonia dan Madagaskar. Bagaimana bahasa Indonesia harus menjebut kedua negara itu? Macedonia berarti tunduk2 pada bahasa Inggris, karena warga menjebut negeri mereka Makedonia. Begitu pula warga Madagaskar menjebut negeri mereka Malagasi. Haruskah kita terus membebek pada sebutan bahasa Inggris?

Satu2nja saat bahasa Indonesia berani bersikap anti bahasa Inggris terdjadi tahun 1982 ketika Inggris di bawah perdana menteri Margaret Thatcher bertempur melawan Argentina memperebutkan, ini menariknja, kepulauan Falklands dalam bahasa Inggris atau kepulauan Malvinas dalam bahasa Spanjol, bahasa nasional Argentina. Solider dengan sesama negara dunia ketiga, bahasa Indonesia waktu itu menggunakan istilah kepulauan Malvinas. Tapi tampaknja ini tjuma satu2nja saat kita berani menentang bahasa Inggris, sesudah itu, bahasa Indonesia selalu membebek bahkan tunduk2 pada bahasa Inggris.

Belgia punja tiga bahasa nasional: Prantjis, Belanda dan Djerman. Dalam bahasa Prantjis ibu kota negara itu adalah Bruxelles, bahasa Belanda Brussel dan bahasa Djerman Brüssel. Terus terang saja tidak bisa mengerti penggunaan istilah Inggris jaitu Brussels untuk menjebut ibu kota Belgia. Mengapa harus merudjuk  (dan dengan begitu tunduk2 pada) bahasa Inggris? Mengapa tidak langsung menjebut ibu kota itu seperti sebutan warganja? Dan harap diingat, majoritas warga ibu kota Belgia itu berbahasa Prantjis, maka bukankah kita seharusnja menjebut ibu kota itu Bruxelles?

Brussel dalam bahasa2 Belanda, Prantjis, Djerman dan Inggris
Brussel dalam bahasa2 Belanda, Prantjis, Djerman dan Inggris

Salah satu negara bagian Djerman oleh warganja disebut Bayern, ibu kotanja München. Bagaimana kita harus menjebut Landner (negara bagian) ini? Seperti warganja jaitu Bayern atau Bavaria jang adalah bahasa Inggris? Penggemar sepak bola pasti tahu kesebelasan Bayern München, bukankah orang tidak akan mengganti nama kesebelasan ini mendjadi Bavaria Munich? Bagi kita djuga lebih masuk akal untuk menjebut negara bagian ini Bayern, sesuai sebutan warga. Penjebutan Bavaria berarti tunduk2 pada bahasa Inggris. Kesebelasan sepak bola terkenal asal negara bagian ini bernama Bayern München, mestikah kita sebut Bavaria Munich? Tentu sadja tidak. Untung sadja sungai jang mengalir di Austria kita sebut Donau, bukan Danube, sebutan orang Inggris.

Walaupun tjara kita menjebut negerinja masih simpang siur, tapi ibu kota Praha adalah tjontoh terbaik bagi prinsip nama geografis sesuai sebutan warga. Bahasa Inggris mengedjanja Prague (begitu pula bahasa Prantjis) dan bahasa Belanda Praag, bahasa Spanjol Praga. Kita gunakan Praha, seperti warganja.

Pola sebutan warga ini sebenarnja djuga sudah kita terapkan pada negara2 Arab, termasuk negara2 Afrika utara jang berbahasa Arab. Mesir, Suriah, Aldjazair, Maroko dan seterusnja berdasarkan prinsip bagaimana warga setempat menjebut nama negeri mereka. Dan memang Mesir bukan Egypt serta Suriah bukan Syria. Ini berarti ada alasan jang lebih kuat lagi untuk menerapkan pola sebutan warga bagi nama negara2 lain.

Sampai sekarang kita baru punja empat nama kota/wilajah asing jang benar2 dalam bahasa kita. Wina dan Djenewa adalah dua nama pertama. Warga Austria menjebut ibu kota mereka Wien (bahasa Djerman), dan bahasa Indonesia menjebutnja Wina. Itu bukan serapan dari bahasa Belanda, karena orang Belanda menjebutnja Wenen. Kota kedua adalah Djenewa jang oleh warga Swis disebut Genève (bahasa Prantjis). Walau sudah punja dua nama Indonesia ini, harian Kompas tidak sudi menggunakan Wina, mereka gunakan Vienna jang adalah bahasa Inggris (batja: bukan sebutan warga setempat). Djelas mereka memilih sikap keminggris. Harian jang konon bertiras terbesar ini djuga menjebut Djenewa sebagai Geneva, lagi2 bukan sebutan warganja alias keminggris, sebutan bahasa Inggris.

Lebih gila lagi koran ini termasuk pihak pertama jang menulis China, bukan Tjina atau, sesuai EYD, Cina. Koran ini djelas ikut bertanggung djawab ketika zaman sekarang banjak media/orang menggunakan istilah Inggris itu. Tidak tahukah mereka bahwa sedjak berlakunja EYD tahun 1972 ch sudah diganti kh? Apa sih keuntungan berperilaku keminggris begitu? Bukankah itu tjuma tunduk2 pada bahasa Inggris dan menjepelekan atau bahkan mengabaikan bahasa sendiri? Bisa2 mereka memang termakan antjaman kedutaan besar jang menuntut supaja nama negerinja ditulis dalem bahasa Inggris. Dari zaman orde bau dulu, Kompas dan pelbagai perusahaannja, memang punja reputasi sebagai koran jang paling gampang diantjam oleh pemegang kuasa. Toko buku milik koran ini jang tersebar di banjak kota djuga selalu takut ditekan oleh ormas, karena itu selalu menolak mendjual buku2 jang dinilai kontroversial. Harap diingat, bukan hanja bahasa Indonesia jang menggunakan Cina (sesuai EYD). Bahasa Italia djuga menulis Cina, bukan China, karena menurut tata edjaan bahasa Italia djika c digabung dengan h dan i maka chi jang dihasilkan akan harus dilafalkan sebagai ki, sehingga china dalam tata lafal bahasa Italia adalah kina! Maka dari itu orang Italia menulisnja Cina, persis seperti EYD. Kalau anti Tjina (atau Cina dalem EYD) kita masih punja Tiongkok jang berarti negeri tengah/pusat dan Tionghoa jang berarti orang atau warga negeri itu. Mengapa pula dipilih bahasa asing, padahal sudah ada istilah dalam bahasa sendiri?

Cina dalam bahasa Italia

Wilajah asing ketiga berbahasa Indonesia adalah Kaledonia Baru, wilajah Prantjis di lautan Teduh. Bagi warga wilajah mereka ini bernama Nouvelle Caledonie. C dalam Caledonie mendjalani perubahan mendjadi Kaledonia. Nama terachir adalah Tandjung Harapan Baik di Afrika Selatan. Tandjung Harapan Baik memang punja banjak nama, tergantung bahasa jang kita pilih. Di tempat asalnja sadja paling sedikit dua bahasa, bahasa Afrikaans jang menjebutnja Kaap van Goeie Hoop dan bahasa Inggris: Cape of Good Hope. Kota Belanda Den Haag djuga demikian, bahasa Prantjis menjebutnja La Haye, bahasa Inggris The Hague dan bahasa Portugis Haia. Paling menarik adalah bahasa Portugis jang punja Nova Iorque untuk menjebut New York.

Di zaman jang serba Inggris ini usul York Baru untuk menjebut New York pasti akan ditertawakan orang. Menindaklandjuti Selandia Baru sebenarnja ini adalah langkah logis, dan, kalau berhasil, maka sasaran selandjutnja adalah New Delhi untuk kita djadikan Delhi Baru. Bisa2 kalangan keminggris akan makin terkekeh menertawai sesuatu jang logis ini.

Walau begitu mari berharap mereka tidak menolak untuk diadjak memelihara apa jang sudah kita miliki: 20 nama negara dalam bahasa Indonesia itu benar2 milik kita. Djangan sampai berkurang, malah kalau bisa bertambah. Sebenarnja dulu kita masih punja 21 negara, karena sampai 1990 masih ada dua Djerman, Djerman Barat dan Djerman Timur. Untunglah nama2 jang berdasarkan mata angin selalu kita tulis dalam bahasa Indonesia, sekarang kita masih punja Korea Utara dan Korea Selatan. Tentu sadja ada perketjualian, karena setelah Timor Timur mereka, kita ikut menjebutnja Timor Leste, padahal leste adalah bahasa Portugis untuk timur (salah satu arah mata angin). Di sini pola mata angin harus memberi tempat kepada pola sebutan warga setempat, djuga karena tidak mungkin setelah (terpaksa) melakukan dekolonisasi, Indonesia tetap menggunakan nama Timor Timur, bukankah itu berarti tetap menganggap Timor Timur sebagai provinsi termudanja?

Mungkinkah menambah nama baru ke dalam deretan 20 negara dengan nama Indonesia? Salah satu tjara meningkatkan nama Indonesia itu adalah dengan menindjau pola jang selama ini sudah ada. Selain nama sesuai sebutan warga, di atas tadi sudah dibahas pola land ditambah i dan a, jang tidak lain merupakan tjara mengindonesiakan nama negara dalam bahasa Belanda. Sebenarnja tanpa land, djadi i dan a sadja sudah bisa merupakan pola atau rumus untuk menjebut negara, seperti terlihat pada Belgia, Tunisia, Armenia, Australia, Austria, Bulgaria dan seterusnja. Dengan pola i dan a ini maka kita djuga mesti taat azas dan menjebut Libia, bukan lagi Libya. Tapi bagaimana dengan salah satu wilajah otonomi Rusia jang dalam bahasa Inggris disebut Chechnya? Lagi2 haruskah kita terus mendjiplak bahasa Inggris? Dengan azas i dan a, republik bagian Rusia ini seharusnja kita tulis Tjetjnia atau Cecnia dalem EYD.

Pola lain adalah achiran tan, seperti pada Pakistan, Afganistan, Tadjikistan, Kazachstan dan seterusnja. Tapi mana jang benar Kirgistan atau Kirgisia? Bahasa Inggris menjebutnja Kyrgystan, bahasa Belanda Kirgizië. Walau KBBI memilih Kirgistan, tidak ada djeleknja kalau djuga ditindjau bagaimana warga menamai negeri mereka. Adakah warga setempat djuga menjebut negeri mereka Kirgistan?

Jang djelas kita harus berani mentjipta nama sendiri tanpa perlu membebek bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Kriteria manakah gerangan jang akan kita gunakan? Pembahasan soal kriteria ini tampaknja akan berlangsung lama. Banjak pihak pasti punja usul mereka sendiri2. Salah satu kemungkinan penambahan jang tjepat dan tanpa melalui pembahasan kriteria adalah perlakuan sama terhadap nama2 lain jang menggunakan new, karena New Zealand selalu kita sebut Selandia Baru. Beranikah kita berpikir dan bertindak logis?

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.