“Bersih2 di Rosse Buurt Amsterdam” oleh Joss Wibisono

Versi lain ini tulisan nongol di U-Mag edisi Februari 2011, halaman 84-93. Djudulnja “Suatu sore di Rosse Buurt”. Dimuwat di sini, soalnja ada kabar sedih: U-Mag berachir.

TJERITA TENTANG pelaut jang langsung tjari pelampisan begitu kapal mereka membuang sauh mungkin berasal dari Amsterdam. Dari bilangan Rosse Buurt, di djalan jang bernama Zeedijk, persisnja. Maklum, bagian tertua Amsterdam inilah salah satu tempat mendjadjakan sex jang paling tua dan, bisa djadi, paling terkenal di belahan bumi bagian Barat.

Dulu sekali, sekitar abad ke 15, Zeedijk memang masih merupakan pinggiran laut. Di situlah para kelasi mendjedjakkan kaki tatkala kapal mereka merapat. Makna harafiah Zeedijk adalah tanggul laut. Dan mulai dari steegjes (lorong2 ketjil) di sebelah kanan Zeedijk sampai ke kanal sebelahnja (namanja Oude Zijds Achterburgwal) kemudian wilajah Lampu Merah di sekitarnja, tersebarlah pelbagai peeskamers, kamar kerdja perempuan berpakaian minim. Di situlah sex diubah mendjadi komoditi dagang.

Peeskamer di Amsterdam
Peeskamer di Amsterdam

Tidaklah mengherankan kalau dalam sedjarah Amsterdam prostitusi sudah tertjatat sejak 1578, zaman Mataram di Djawa. Bangunan tertua di Zeedijk, letaknja di udjung djalan dan didirikan abad 13  —sekarang merupakan bar— pasti mendjadi saksi bisu. Besar sekali kemungkinannja pada abad pertengahan dulu para pendahulu mbak2 berpakaian minim tadi djuga sering mampir ke bar ini.

Peeskamers berkatja seperti sekarang sebenarnja baru ada tahun 1930an. Waktu itu muntjul peraturan jang melarang pekerdja sex mendjaring pengguna djasa mereka di depan pintu terbuka. Mereka hanja boleh berdiri di balik katja dengan pintu sedikit terbuka, supaja bisa berunding (batja: tawar menawar) dengan si tjalon pengguna djasa.

Walaupun tampak bebas terbuka, apalagi bagi mereka jang selalu tertjengkeram puritanisme, sebenarnja sudah banjak upaja pemerintah mengatur wilajah Lampu Merah Amsterdam. Mulai dari zaman purba di abad pertengahan itu sampai sekarang di abad 21 ini. Soal ini nanti saja, sekarang mari kembali ke bilangan Rosse Buurt (Lampu Merah) itu lagi.

Jang bikin orang terbelalak heran adalah bahwa di Rosse Buurt  itu pelbagai peeskamers, sexshops bahkan coffeshops jang, djangan salah duga, mendjual narkoba itu semua terletak tidak djauh dari geredja De Oude Kerk. Pada zaman sekarang jang tersisa memang tinggal geredja De Oude Kerk, tetapi dulu, di abad pertengahan itu, wilajah Zeedijk djuga sarat biara. Diperkirakan waktu itu ada sampai 20 biara pelbagai ordo dan kongregasi.

De Oude Kerk di Amsterdam
De Oude Kerk di Amsterdam

Maka, bisalah dikatakan geredja dan pelbagai biara jang sudah ada sedjak abad 13 itu dikelilingi oleh, bagi kalangan tertentu, kemaksiatan. Bagaimana bisa demikian? Bukankah geredja, seperti agama asal Timur Tengah lain, selalu mengchotbahkan kesutjian moral dan tidak setjuilpun mentolerir pelanggaran, apalagi kemaksiatan?

Djawabannja ternjata tidak mudah. Pelbagai sedjarawan lokal sudah menekuninja, kesimpulan mereka tidaklah begitu mejakinkan. Jang satu berpendapat moralisme geredja itu baru ditegakkan belakangan sadja. Ada pula jang berpendapat geredja De Oude Kerk dan pelbagai biara serta wilajah Lampu Merah itu tumbuh serempak bersama, djadi tidak ada jang lebih berkuasa. Jang lain lagi menekankan bahwa mereka jang datang ke geredja djuga lain dari mereka jang menggunakan djasa para pekerdja sex. Pertanjaannja tetap tak terdjawab: mengapa geredja dan biara membiarkan diri dikelilingi peeskamers?

Mungkin pendjelasan jang paling tidak spekulatif adalah terdjadinja apa jang oleh warga Amsterdam disebut Alteratie. Itulah penggulingan kalangan Katolik dari pemerintahan kota pada zaman reformasi, di Amstedam itu terdjadi pada musim semi tahun 1578. Pihak Katolik dilengserkan, pemerintahan kota diganti oleh kalangan Kalvinis, salah satu aliran Protestan. Tapi ini tidaklah berarti keringanan bagi para pekerdja sex di Rosse Buurt. Djustru sebaliknjalah: prostitusi malah dinjatakan melanggar hukum, dilarang, diburu, bahkan distigmakan, disebut kafir atau tidak bermoral. Mendjadjakan sex djuga dinjatakan hina dan patut dikutuk.

Peraturan ketat begitu bisa sadja dipermaklumkan, masalahnja bagaimana menegakkannja? Bagaimana membuat orang mematuhinja? Segera terlihat penguasa baru tidak mampu bertindak tegas apalagi konsekuen. Peraturan itu tinggal matjan kertas belaka, maka sedjak zaman itu pekerdja sex tak pernah terusir dari wilajah Rosse Buurt.

***

1 Djanuari 2011, sore hari. Toko2 di sepandjang Nieuwendijk sampai Kalverstraat, djantung Amsterdam, tutup semua: merajakan tahun baru. Rosse Buurt, sebaliknja, malah ramai pengunjung. Terutama wisatawan berdatangan untuk tjutji mata. Pada sore hari jang tjerah itu mereka melepas rasa ingin tahu, me-lihat2 perempuan dalam peeskamers jang tampak seperti aquarium. Banjak turis tjelingukan melihat perempuan berpakaian minim dalam aquarium itu. Komentarpun terlempar, sesekali terdengar dalam bahasa Indonesia, terus diselingi gelak tawa, walaupun jang bersangkutan segera menghentikannja. Mungkin karena malu.

Perempuan jang mèdjèng tampak dari pelbagai ras. Ada jang kulit putih, tapi ada djuga jang kulit tjoklat, kulit hitam, djuga kuning langsat, kulit Asia. Mereka ada dalam pelbagai ukuran. Seperti jang kuning langsat, kebanjakan jang kulit putih semampai dan sintal, sedangkan jang kulit hitam rata2lebih montok. Ada pula seorang jang sebenarnja tidak berpenampilan menawan, baik raut muka maupun tubuhnja jang tjenderung gemuk. Tapi tampaknja ia sangat mengandalkan dadanja jang dipadati bongkahan daging ukuran aduhai. Dengan pertjaja diri ia menghadapi sorotan banjak mata djalang dan nakal. Selera pria pengguna djasa para perempuan di balik katja ini memang sulit diduga.

Tampil sexy di balik djendela peeskamers
Tampil sexy di balik djendela peeskamers

Jang djelas, setiap kali tampil di depan katja peeskamer, semua perempuan itu berupaja tampil sexy, semenarik mungkin. Dan itu terlihat dari minimnja pakaian jang mereka kenakan. Tentu sadja itu diimbangi dengan tjukup pemanasan dalam kamar itu, karena suhu musim dingin di luar tidak djuga berandjak dari nol deradjat. Dari luar djuga tampak tempat tidur dan wastafel dalam sebuah peeskamer.

Peeskamers, kamar2 ketjil berkatja memang merupakan tjiri chas Rosse Buurt, bilangan Lampu Merah Amsterdam. Bahkan, dalam soal kamar berkatja dan bertirai ini kota2 lain Belanda meniru Amsterdam. Pengaruh Amsterdam ternjata djuga keluar tapal batas, sampai ke kota2 Belgia dan Djerman.

Rosse Buurt sendiri berada di wilajah paling tua Amsterdam. Di situlah Amsterdam berawal dan tumbuh mendjadi kota, achirnja ibukota Belanda. Warga Amsterdam djuga menjebut bilangan ini sebagai De Wallen (tembok), maklum, sebagai bagian tertua, di situlah asal muasal tembok kota jang sampai abad pertengahan mengelilingi Amstedam.

Diapit oleh dua djalan (Zeedijk dan Warmoestraat), sebenarnja De Wallen ini tidaklah begitu besar, kira2 250 kali 250 meter, sekitar 62.500 meter persegi. Bilangan Lampu Merah Amsterdam ini djuga mentjakup dua kanal, masing2 Oudezijds Achterburgwal dan Voorburgwal. Peeskamers djuga bisa ditemui pada banjak steegjes, lorong sempit, di seputar De Oude Kerk. Bahkan ada satu lorong jang begitu sempitnja, sampai hanja dua orang berdampingan jang bisa melewatinja, sementara di kedua sisinja banjak peeskamer ber-hadap2an.

Kalau setelah menggunakan djasa perempuan itu seorang pria merasa bersalah dan berdosa, dia bisa berdoa pada dua geredja jang ada di Rosse Buurt. Selain De Oude Kerk untuk kalangan Protestan, untuk penganut Katolik ada Onze Lieve Heer op Zolder. Geredja jang sekaligus museum ini sangat menarik karena terletak di ruangan paling atas sebuah bangunan di Voorburgwal, zolder adalah ruangan antara atap dan langit2.

Tampak luar Onze Lieve Heer op zolder
Tampak luar Onze Lieve Heer op zolder

Geredja Onze Lieve Heer op Zolder adalah salah satu apa jang disebut schuilkerk, geredja tersembunji di Amsterdam. Karena tersembunji, dari luar orang tidak akan tahu bahwa bangunan ini adalah sebuah geredja. Geredja2 seperti ini muntjul pada zaman reformasi di abad pertengahan, ketika Amsterdam dikuasai oleh kalangan Protestan. Banjak geredja Katolik diambil alih, patung2nja dihantjurkan, apa jang disebut de beeldenstorm. Alhasil, umat Katolik jang terdesak, terpaksa membangun schuilkerk, geredja tersembunji, jang sebelumja adalah rumah biasa. Geredja tersebunji di Voorburgwal itu merupakan sisa zaman reformasi dan djuga schuilkerk jang paling indah.

Selain geredja, De Wallen djuga masih punja satu tempat ibadah lain, itulah klenteng di Zeedijk. Zeedijk dan kanal di sebelah kirinja, Geldersekade, adalah Petjinannja Amsterdam. Kalau geredja dan klenteng masih tidak tjotjok djuga dengan kejakinan jang dianut, sementara perasaan berdosa terus memburu, maka seseorang harus keluar dari Rosse Buurt. Bilangan Barat Amsterdam, misalnja, punja tempat ibadah jang lebih bervariasi.

Ber-djalan2 di De Wallen hanja untuk lihat2 tanpa tudjuan djelas, seseorang akan sering ditegur oleh pendjadja narkoba. Mereka menawarkan heroin murni. Hanja heroin murni jang ilegal di Belanda, djenis2 narkoba lain bisa bebas diperoleh di pelbagai coffeshops jang djuga banjak terlihat di Rosse Buurt. Di situ djuga banjak sexshops dan live show jang menampilkan pertundjukan hubungan intim, bisa antara sepasang pria wanita, bisa pula sekelompok alias orgie.

Tampak dalam
Tampak dalam “Onze liever Heer op zolder”

***

Sore hari di tahun baru itu, tampak beberapa peeskamers tutup, tirainja terbentang. Bisa djadi karena di baliknja si penghuni sedang sibuk mendjamu pria pengguna djasanja. Tapi bisa djuga karena kosong. Beberapa peeskamers di sekitar De Oude Kerk bahkan sudah berubah mendjadi etalase mode mahasiswa Sekolah Tinggi Mode Amsterdam atau perantjang muda jang belum begitu terkenal.

Djadi etalase perantjang muda
Djadi etalase perantjang muda

Sedjak 2006, pemerintah kota Amsterdam meluntjurkan kebidjakan mengurangi djumlah peeskamers. Pada tahun itu, empat perusahaan jang mengelola 125 peeskamers tidak memperoleh perpandjangan izin usaha, karena dichawatirkan mereka menggunakan izin usaha itu untuk melakukan tindakan jang melanggar hukum. Walaupun achirnja pengadilan memutuskan lain, pemkot Amsterdam terus melandjutkan kebidjakan bersih2nja.

Tahun 2007, pemkot mengumumkan ketjurigaannja bahwa usaha prostitusi di De Wallen dipakai untuk pentjutjian uang. Djuga diserukan bahwa bilangan tua Amsterdam ini disesaki oleh tjabang usaha jang mengandung unsur2 kriminal. Sulit dibantah bahwa di manapun djuga, Amsterdam bukan perketjualian, prostitusi sering berdampingan dengan perdagangan manusia. Di Eropa Barat, korban utama perdagangan manusia adalah kaum perempuan dari Rusia dan Eropa Timur. Belanda jang sedjak tahun 2000 sudah melegalkan prostitusi ternjata tidak berhasil menghentikan perdagangan manusia.

Tidaklah mengherankan kalau pemkot Amsterdam bertekad mengurangi peeskamers dan coffeeshops, agar tertjipta kesempatan bagi bentuk usaha jang lebih bernilai tinggi. Pemkot Amsterdam tidak omong sadja, karena segera mensubsidi dua koperasi perumahan untuk membeli 90 peeskamers di De Wallen. Itulah sebabnja banjak peeskamers sekarang berubah mendjadi etalase mode, karena pemkot Amsterdam memang ingin menguranginja.

Lodewijk Asscher, wethouder (sekwilda) Amsterdam ketua Coalitie Project 1012
Lodewijk Asscher, wethouder (sekwilda) Amsterdam ketua Coalitie Project 1012

Koalisi baru dalam tubuh pemerintah kota terus melandjutkan kebijakan ini. Bahkan pemerintah kota tahun lalu menjusun nota kebidjakan jang lebih tegas lagi. Prostitusi, demikian tertera dalam beleidnota “Coalitieproject 1012” itu, “mengganggu lingkungan, miskin kualitas dan rendah setjara ekonomis.” Maka orang kembali ingat pada peraturan tahun 1578, jang dirudjuk sebagai nota prostitusi pertama pemkot Amsterdam.

Satu2nja partai dalam gemeenteraad, DPRD Amsterdam, jang menentang kebidjakan ini adalah partai kiri SP (Socialistische Partij). Bagaimana mungkin pemkot bisa berhak mentjap pekerdjaan para perempuan penghuni peeskamers sebagai “miskin kualitas dan rendah setjara ekonomis?” demikian tjatatan kritis SP. Di luar DPRD, para pemilik sexshops dan live show di sekitar de Wallen djuga ber-sama2 melantjarkan protes. Tapi persatuan mereka gojah, karena beberapa pengusaha mendjual bangunan mereka, tergiur oleh tawaran menarik koperasi perumahan.

SP bisa dikatakan teriakan sunji di belantara politik Belanda jang sudah mendjadi begitu anti kriminalitas, apalagi kalau jang berbuat kriminal adalah pendatang ilegal. Separuh lebih pekerdja sex di De Wallen adalah warga pendatang. Sedjak tampilnja Geert Wilders jang begitu anti imigran (apalagi imigran Islam), politik Belanda belok kanan drastis. Pelbagai partai politik jang semula anti Wilders, sekarang djustru mempraktekkan kebidjakannja, supaja perolehan suara Wilders tidak terus meningkat. Politikus pemblonda rambut ini sebenarnja tidak terwakili dalam DPRD Amsterdam, tetapi ia tidak perlu chawatir. Ibukota Belanda ini sudah giat bersih2, dan itu dimulai di Rosse Buurt, wilajah Lampu Merah di djantungnja.

7 pemikiran pada ““Bersih2 di Rosse Buurt Amsterdam” oleh Joss Wibisono

  1. Meneer Joss Wibisono, dank u wel. Artikelnya membuat saya lebih paham akan kawasan sohor itu karena baru kemarin ikke sempat bisa jalan lewat sana secara tergesa-gesa pula. Jadi rasanya kesan ikke tak terlalu salah kalau begitu kalau daerah lampu merah ini tak seheboh yang saya bayangkan. Rupanya, seperti yg jij tulis, rupanya sudah banyak yang tutup. Pantesan ikke lihat banyak ruko di daerah itu yang sudah jadi unit bisnis lain. Ikke kira satu kawasan itu isinya peeskamers semua, tahunya ikke lihat cuma beberapa saja dan diselingi pula dengan berbagai macam toko.

  2. Dear Kang Wibi,

    Bicara pelacuran yahh brarti bicara sistema pelampiasan syahwat individu maupun syahwat sosial tho. Ketika bicara soal sistem pelampiasan syahwat sosial, saya pikir aksi bersih-bersih oleh otoritas negara itu pada dasarnya betul hanya saja jangan sampai negara mentjap “salah” dan “rendah” para psk. Lha wong Yesus gak pernah mentjap Perempuan Samaria di Sikhar atau prempwan jang mau dilempar batu oleh Farisi sebagai “pezinah” kok. Yeah, negara harus punya cara yang lebih berhikmat untuk menangani prostitusi semacam ini berikut varian kejahatan lain yang mengikutinya.

    Lantas kalo bitjara urusan syahwat pribadi, jaa…ini adalah pilihan dari masing-masing individu untuk memilih kebenaran atau ketidakbenaran. Kalo pilih kebenaran, artinya yaaa harus turut itu perintah “jangan berzinah”. Lantas kalo ketidakbenaran, yaaa “just move forward without boundaries, bro!” Khan pilihan terakhir punya resiko fatal pada pertanggungjawaban achir.

    Selandjutnya soal Geredja. Kalo emang benar gereja disitu diutus utk menjadi domba di tengah kawanan serigala, yaaa siapapun di sana (maksud: gereja) yang mengetahui kebenaran Tuhan wajib bilang kepada pengguna dan penyedia jasa bahwa berzinah atau apapun yg melanggar perintah/kebenaran tuhan itu tidak memiliki excuse/justifikasi atas perbuatan tersebut. Gak ada alasan karena melantjong, karena istri kurang gairah, sepi dsb lantas jadi pembenaran utk “main”. Gereja yang bener yaa harus kasih pilihan dan teguran spt itu. Gereja yg bener sematjam ini gak ada bedanya kok dengan tukang katjang goreng yang djualan di tengah komunitas lonthe tapi si pendjual gak maen lonthe. Alias, sama-sama bener di mata Tuhan.

    Masalahnya kalo di dalam gereja itu gak ada yg kenal Kebenaran Tuhan dan bisa menyampaikan Kebenaran Tuhan, yaaa kasian si pendosa. Mereka cuma dikutip retribusi doang untuk dateng “formalitas” bertobat kemudian besoknya orang itu “ngentot” lagi dan ritme ini terus berulang sampe dia binasa. Kan banyak gereja mulai dari ujung ke ujung dunia yang modelnya ngutip duit dari domba gemuk tanpa kaseh kebenaran yang membebasken dombanya…

    Mungkin seperti itoe doloe komen dari ikke dan ikke pake kosa kata yg vulgar disini sebagaimana Nabi Isa juga mengajar lewat bahasa keseharian kepada siapapun yg mendengarnya.

    Tabik,

    Vincento

    PS: Ada quote yg bagus dari seorang guru:

    “Orang yang mengenal kebenaranNya (Kebenaran Tuhan) pasti mengetahui akan ketidakbenarannya (ketidakbenaraan dalam diri orang itu sendiri). Akan tetapi, orang yang tidak pernah mengenal Kebenaran Tuhan tidak akan pernah mengetahui ketidakbenaran di dalam dirinya. Ia hanya tetap mengetahui bahwa ketidakbenaran yang ada padanya merupakan hal yang selama ini diyakininya atau selalu dianggapnya sebagai kebenaran.”

  3. Om Joss, tulisan yg bagus. Tapi kemarin kok ada berita tentang penutupan beberapa penjara di Belanda ya? Benarkah? Apa ini dampak dari kebijakan pemerintah setempat ya?

Tinggalkan Balasan ke Donny Danardono Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.