“Di balik bahasa ada kuasa” oleh Rony K. Pratama

Versi terdahulu dan dalem EYD bisa dibatja dengen mengklik ini. Bahasa selalu bersifat politis. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, sebagaimana dipahami djamak orang, melainkan djuga instrumen dan medium kekuasaan. Tjorak kekuasaan dalam bahasa salah satunja ditandai oleh sistem edjaan. Sebuah pendisiplinan jang subtil di tengah keanekaragaman ekspresi berbahasa masjarakat. Joss Wibisono dalam buku terbarunja bertadjuk Maksud politiek djahat (2020) setjara lugas menguraikan kedudukan bahasa dan kekuasaan di Indonesia. Kritik tadjamnja terhadap pengunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) membongkar praktek diskursif rezim Soeharto selama tiga dekade. Rezim otoriter pada semua lini kehidupan masjarakat Indonesia waktu itu ternjata menjembunjikan “maksud jahat” di balik … Lanjutkan membaca “Di balik bahasa ada kuasa” oleh Rony K. Pratama

“Meneer Joss Wibisono dan Ben Anderson melawan orde bau” oleh Gde Dwitya

Maksud Politik Jahat: Benedict Anderson tentang bahasa dan kuasa Joss Wibisono Tanda Baca, 2020 xiv+142 halaman Versi edjaan zaman kini bisa dibatja dengan ngeklik ini. Ben Anderson, sang sardjana ahli Indonesia dan Asia Tenggara itu, biasanja dikenal di Indonesia karena tiga karja penting. Pertama tentu sadja karena Cornell Paper jang membahas soal konflik internal di dalam Angkatan Darat dan kaitannja dengan gerakan 30 September 1965. Kedua, karena disertasinja jang menulis peran pemuda dan pemudaisme dalam revolusi Indonesia. Dan karena buku teoretisnja soal asal-usul rasa kebangsaan: Imagined Communities. Ketiga karja besar ini setjara garis besar adalah karja ilmu politik jang membahas … Lanjutkan membaca “Meneer Joss Wibisono dan Ben Anderson melawan orde bau” oleh Gde Dwitya

“Seribu hari kepergian Ben Anderson” oleh Joss Wibisono

Tiga tahun berlalu sedjak dikau menghadep sang Chalik, mengachiri 25 tahun persahabatan kita. Tiga tahun atau sekitar seribu hari merupaken peringatan terachir jang dilakuken orang Djawa untuk mengenang mereka jang ‘berangkat duluan’ (mestinja peringatan seribu hari kepergianmu sudah harus dilakukan awal september lalu). Sebelum itu orang Djawa sudah harus empat kali mengenang handai tolan jang berpulang: pada hari ketiga, ketudjuh, keempatpuluh dan keseratus kepergiannja. Tradisi Djawa ini sengadja kusebut, walaupun sekarang kuikuti langkahmu bertamasja ke utara, ke negerinja Lolo José. Di achir hidup memang perhatianmu lebih terpusat ke Filipina, padahal kau sudah boleh dateng lagi ke tanah air, tjinta pertamamu. … Lanjutkan membaca “Seribu hari kepergian Ben Anderson” oleh Joss Wibisono

“Keminggris dan nasionalisme jang tjompang tjamping” oleh Joss Wibisono

Versi pendekan tapi tetep dalam edjaan Suwandi telah nongol di Tirto.id Ada satu perkembangan dalam bahasa Indonesia jang belakangan begitu meluas sehingga merisaukan dan membuat saja risi. Perkembangan itu adalah semakin galaknja pentjampuradukan bahasa nasional dengan bahasa Inggris. Harus diakui ini bukan hal baru, sudah sedjak sekitar tahun 1980an orang suka sekali melakukannja. Waktu itu djumlah mereka masih sedikit dan setiap kali menggunakan kata2 atau istilah2 bahasa Inggris jang bersangkutan masih merasa perlu untuk menerdjemahkannja ke dalam bahasa Indonesia. Belakangan kalangan jang selalu saja edjek sebagai keminggris (bahasa Djawa artinja ke-inggris2an) ini, sudah semakin banjak dan berbeda dengan pendahulu mereka … Lanjutkan membaca “Keminggris dan nasionalisme jang tjompang tjamping” oleh Joss Wibisono

“Dari Salatiga ke Amsterdam: perdjalanan sastra Joss Wibisono” oleh Ibarruri Sudharsono

Rumah tusuk sate di Amsterdam selatan merupakan djudul sebuah buku ukuran saku (149 halaman) jang ditulis oleh Joss Wibisono dan diterbitkan oleh Penerbit OAK, Djogjakarta. Buku tersebut berisi lima tjerpen jang ditulis dalam kurun waktu antara djuni 2011 – djanuari 2017 dan pernah diterbitkan di suratkabar Suara Merdeka (2012), Koran Tempo (2016), atau diumumkan oleh LKIP – Lembaga Kebudajaan Indo Progress (2013, 2014). Teman2 Joss kemudian mengandjurkan agar tjerpen2nja dibukukan. Joss setudju dan menjerahkan enam tulisan, tapi rupanja jang diambil hanja lima, dan jang satu, jang agak pandjang, diterbitkan terpisah sebagai novel pendek atau tjerita pandjang dengan djudul Nai Kai: … Lanjutkan membaca “Dari Salatiga ke Amsterdam: perdjalanan sastra Joss Wibisono” oleh Ibarruri Sudharsono

“Public Intellectual or A Tribute to Books” by Benedict Anderson

Pengantar: Tulisan Oom Ben ini asal usulnja adalah pidatonja do’i di depan konperensi internasional di Manila menjambut 10 tahun program beasiswa Asia Tenggara jang dikeluwarin sama Nippon Foundation. Udah gitu ini tulisan nongol di Bangkok Post, edisi 28 Djuni 2010, sajangnja tjuman sebagian. Selidik punja selidik ternjata koran ibukota Thailand itu njalinja kagak tjukup gedhé. Maklum Oom Ben ada kritik pedes pulitiknja Thailand. Doi lumajan sewot wektu tahu bahwa Bangkok Post ndak punja njali untuk nongolin ini artikel setjara kumplit. Atas permintaanku dia kirim versi komplit artikel ini lantaran banjak orang pengin batja setjara lengkap. I Over the past few … Lanjutkan membaca “Public Intellectual or A Tribute to Books” by Benedict Anderson

“‘Tjino’ di Indonesia” oleh Benedict Anderson

Pengantar: berikut ini tjuplikan ‘tjerita’ Ben Anderson seperti dikisahkannja sendiri pada tanggal 27 desember 1995 di Ithaca (kemudian tersebar melalui internet lewat surel apakabar). Itu wektu orde bau mingsih tegak berkuwasa, sehingga Oom Ben mingsih dilarang masuk ke negeri jang sanget dia tjintrongin, dalem ini tulisan disebut sebagai Tanah Air. Membandingken pulitik pendjadjah Spanjol di Filipina dan pendjadjah Londo di Indonesia maka Oom Ben dengen djelas, djitu dan tjiamiknja menundjukken pigimanah perbedaan kedudukan keturunan Tionghwa di keduwa negeri Asia Tenggara ini. Bisa dibilang ini tulisan merupakan langkah awal Oom Ben jang waktu itu mulai mempeladjarin dan mengadaken penelitian di Filipina, … Lanjutkan membaca “‘Tjino’ di Indonesia” oleh Benedict Anderson

“Bagaimana para djenderal gugur” oleh Benedict R. O’G. Anderson

Diterdjemahkan dari versi asli (bahasa Inggris), ke dalam edjaan Suwandi, edjaan jang paling disukai oleh Oom Ben, penulis analisa ini. Kedjutan sering muntjul tatkala seseorang mem-bongkar2 gudang jang penuh sesak dan berdebu. Ketika membolak-balik ribuan halaman hasil fotokopi laporan stenografi pengadilan Letnan Kolonel Penerbangan Heru Atmodjo di depan Mahkamah Militer Luar Biasa, saja menemukan beberapa dokumen jang merupakan lampiran berkas2 pengadilan. Ini adalah laporan jang disusun oleh sekelompok ahli forensik medis, beranggotakan lima orang, jang telah memeriksa djenazah enam orang djenderal (Yani, Suprapto, Parman, Sutojo, Harjono dan Pandjaitan) dan seorang letnan muda (Tendean) jang dibunuh pada dinihari 1 oktober 1965. … Lanjutkan membaca “Bagaimana para djenderal gugur” oleh Benedict R. O’G. Anderson

“Keprihatinan bahasa Benedict Anderson” oleh Joss Wibisono

Versi awal tulisan ini terbit sebagai kolom pada mingguan Tempo edisi 27 desember 2015 (halaman 131), versi berikutnja nongol sebagai lampiran dalam atjara mengenang Ben Anderson jang diselenggarakan di TIM, Djakarta, tanggal 22 djanuari 2016. Keduanja dalam djudul jang ber-beda2. Karena masih ada sadja gagasan lain, sementara dua kesempatan di atas membatasi pandjangnja tulisan, maka inilah versi ketiga. Paling sedikit beginilah aku memahami bagaimana  Oom Ben memprihatini bahasa Indonesia. Salah satu tjiri chas mendiang Benedict Anderson jang mungkin mendjadikannja terkenal di kalangan generasi muda adalah penolakannja setjara konsisten untuk menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan, EYD. Mingguan Tempo edisi achir tahun 2001 … Lanjutkan membaca “Keprihatinan bahasa Benedict Anderson” oleh Joss Wibisono

“Mengapa Benedict Richard O’Gorman Anderson berterima kasih padaku dalam ‘Tiga bendera'” oleh Joss Wibisono

Klow maunja batja versi EYD (jang enggak didemenin sama Oom Ben) silahken ngeklik ini. Aku kenal pribadi Ben Anderson, dikenalkan oleh Sidney Jones, wektu melawat ke Freeville tahun 1991. Dengannja aku biasa ngobrol tentang banjak hal: bahasa, politik, tentara, masak memasak (dia ternjata suka sajur kale bahasa Inggris atau boerenkool bahasa Belanda masak teri dan lombok, buwatanku) dan terutama musik klasik. Ben Anderson paling suka salah satu karja terachir Richard Strauss berdjudul Vier Letzte Lieder (empat lagu terachir) dibawakan oleh mendiang soprano Suisse Lisa della Casa, tapi paling bentji Beethoven. Berikut kenanganku tentang sobat jang satu ini. Benedict Richard O’Gorman … Lanjutkan membaca “Mengapa Benedict Richard O’Gorman Anderson berterima kasih padaku dalam ‘Tiga bendera’” oleh Joss Wibisono